Kamis 12 Jul 2018 16:07 WIB

Moeldoko, Anak Dusun si Panglima "Tani"

Tak hanya pertanian, Moeldoko juga mendirikan fintech syariah dan pabrik bus listrik

Kepala staf Kepersidenan Moeldoko berbincang bersama wartawan diruangannya, Senin (2/7).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala staf Kepersidenan Moeldoko berbincang bersama wartawan diruangannya, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jenderal TNI (Purn) Moeldoko meluncurkan buku yang berjudul "Panglima TANI Moeldoko: Anak Dusun Yang Jadi Negarawan". Buku tersebut membahas kisah kesuksesan Moeldoko baik dalam kariernya sebagai perwira maupun fokus pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957 untuk mengembangkan sektor pertanian di Indonesia.

Moeldoko mengatakan dunia pertanian bukan hal asing baginya, di mana ia adalah salah satu anak seorang petani. Meski kini ia adalah seorang negarawan, kesuksesan Moeldoko dikarirnya saat ini, tidak instan begitu saja didapatnya. 

Moeldoko lahir dari keluarga miskin sehingga sejak kecil terbiasa kerja keras dan berjuang. Dulu, orang tuanya serba kekurangan untuk membiayai anak-anaknya yang cukup banyak. Pendapatan orang tuanya pun tak menentu hingga membuat hidup keluarga ini seperti terjebak dalam rimba kemiskinan.

Dirinya kerap kesulitan jika ingin memakan nasi beserta lauk pauk yang cukup kala masih kecil. "Sering saya ambil ubi dari kebon sebelah (rumah) dulu," cerita dia dalam buku tersebut.

Sebagai anak langgar, dalam hidup yang serba prihatin, Moeldoko menghadapinya dengan lebih banyak mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Ia sering bertirakat dengan melaksanakan puasa sunah setiap Senin dan Kamis. 

Hal itu terus dilakukannya secara rutin walau pun sambil membantu kakaknya mengangkat batu dan mengangkut pasir dari sungai. Meski serba kekurangan, orang tuanya berharap anak-anaknya jadi orang berguna. Semasa kecil, Moeldoko termasuk anak yang cekatan dan pekerja keras. Bahkan, sejak kecil ia sudah bekerja mengangkut batu dan pasir dari kali setiap pulang sekolah.

Selain sering mengikuti pendidikan kemiliteran di lingkungan TNI termasuk Lemhannas, Moeldoko juga terus menimba ilmu di dunia pendidikan umum. Itulah yang mengantarnya meraih gelar doktor ilmu administrasi pemerintahan dari Universitas Indonesia. 

Sejak kecil dirinya sudah bercita-cita menjadi tentara. Maka ketika lulus SMA ia pun kemudian masuk Akabri. Setelah lulus kariernya melejit sejak menjabat Kasdam Jaya (2008). Bahkan pada 2010, dia mengalami tiga kali rotasi jabatan dan kenaikan pangkat mulai dari Pangdiv 1/Kostrad (Juni-Juli 2010), menjadi Pangdam XII/Tanjungpura (Juli-Oktober 2010) dan Pangdam III/Siliwangi (Oktober 2010-Agustus 2011). Tak sampai dua bulan berikutnya, Moeldoko naik pangkat menjadi Letnan Jenderal dengan jabatan Wakil Gubernur Lemhannas.

Kemudian pada Februari 2013 Moeldoko menjadi Wakasad dan naik lagi jadi Kasad pada 22 Mei 2013 dengan pangkat bintang empat (jenderal). Lalu, hanya tiga bulan berikutnya setelah menjabat Kasad, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkannya sebagai calon tunggal Panglima TNI.

“Sikap saya sangat jelas, tegas, dan tidak kenal kompromi dalam menjaga kedaulatan NKRI. Saya Jenderal TNI Moeldoko siap memimpin TNI," ujarnya kala itu saat fit and proper test.

Saat pensiun dari TNI, Moeldoko ditunjuk untuk menjabat sebagai ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) periode 2017 hingga 2020. Pengukuhan Moeldoko dilaksakan pada pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) HKTI tahun 2017 silam. 

Sejak meninggalkan dinas keprajuritannya ia memang memilih menjadi petani. Pengalaman itulah yang ia jadikan sebagai modal dalam memimpin HKTI.

Selama menjabat sebagai ketua HKTI, Moeldoko berharap bahwa organisasinya bisa menjadi mitra strategis dan positif pemerintah dalam hal ketahanan pangan bagi rakyat dan pemerintah Indonesia. Harapan baru bagi rakyat bagaimana mewujudkan kesejahteraan, harapan pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan dalam rangka ketahanan pangan.

Karena dinilai kredibel dan berpengalaman, setelah sekitar tiga tahun pensiun dari TNI, Moeldoko dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) menggantikan Teten Masduki pada 17 Januari 2018 lalu. Moeldoko menegaskan bahwa ia siap melaksanakan tugasnya sebagai KSP secara profesional. 

Menurutnya, salah satu tugas KSP adalah menyelesaikan masalah yang terjadi dalam pelaksanaan program-program prioritas nasional, termasuk juga percepatan untuk pelaksanaannya.

Selain bertani, Moeldoko juga banyak melakukan aktivitas bisnis. Salah satu bisnis inovatif dan visionernya adalah mendirikan pabrik bus bertenaga listrik. 

Bus buatan dalam negeri ini diberi MAB (Mobil Anak Bangsa). Sebagai pemiliknya, ia berencana memberikan 5 lerss. saham PT Mobil Anak Bangsa (PT. MAB) untuk anak Indonesia yang siap berkontribusi dalam mengembangkan teknologi di era modern saat ini. 

Moeldoko juga aktif di ranah ekonomi syariah. Bersama putranya ia mendirikan fintech syariah yang berorientasi membantu pelaku bisnis UMKM. Dan ia juga merupakan wakil ketua dewan pembina Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

Salah satu filosofi hidupnya yang ia pegang teguh adalah “Urip iku urup”.  Hidup itu harus menghidupi. Intinya, hidup harus memberikan manfaat bagi orang lain, baik itu berupa hal-hal kecil maupun hal besar. Filosofi Jawa tersebut menjadi pegangan hidup Moeldoko. Jenderal bintang empat ini beprinsip, hidup harus bermanfaat bagi orang lain. “Setiap hari harus memberikan manfaat,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement