Kamis 12 Jul 2018 12:19 WIB

Status Masih Waspada, Gunung Anak Krakatau Erupsi 56 Kali

Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak Gunung Krakatau.
Foto: Antara
Anak Gunung Krakatau.

REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG -- Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung kembali erupsi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan Gunung Anak Krakatau meletus sebanyak 56 kali dengan tinggi kolom abu bervarasi 200 meter hingga 1.000 meter di atas puncak kawah pada Rabu (11/7).

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, selama 24 jam dari pukul 00.00 - 24.00 WIB pada Rabu (11/7), Gunung Anak Krakatau meletus 56 kali kejadian dengan amplitudo 25-53 mm, dan durasi letusan 20-100 detik.

"Letusan disertai lontaran abu vulkanik, pasir dan suara dentuman. Secara visual pada malam hari teramati sinar api dan guguran lava pijar. Hembusan 141 kejadian dengan durasi 20-172 detik," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Sebelumnya, pada Selasa (10/7) Gunung Anak Krakatau meletus sebanyak 99 kali kejadian dengan amplitudo 18-54 mm dan durasi letusan 20-102 detik. Hembusan tercatat 197 kali dengan durasi 16-93 detik. Erupsi disertai suara dentuman sebanyak 10 kali yang menyebabkan kaca pos pengamatan gunung bergetar.

Ia menambahkan, banyaknya letusan ini sesungguhnya sudah berlangsung sejak tanggal 18 Juni 2018, karena Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan aktivitas vulkanik. Ada pergerakan magma ke luar permukaan sehingga terjadi letusan.

"Namun demikian status Gunung Anak Krakatau tetap Waspada (level 2). Tidak ada peningkatan status gunung," ujarnya.

Bahkan, kata dia, status Waspada ditetapkan sejak 26 Januari 2012 hingga sekarang. Status Waspada artinya aktivitas vulkanik di atas normal sehingga terjadinya letusan dapat terjadi kapan saja.

Kondisi ini tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 1 km. Letusan Gunung Anak Krakatau yang melontarkan abu vulkanik dan pasir juga tidak membahayakan penerbangan pesawat terbang Volcano Observatory Notice For Aviation (VONA) orange. Jalur pelayaran di Selat Sunda pun tetap aman. Letusan juga tidak berbahaya selama berada di luar radius 1 km dari puncak kawah.

"Letusan Gunung Anak Krakatau adalah hal yang biasa. Gunung ini masih aktif untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi," ujarnya.

Ia menjelaskan, sejarah Gunung Anak Krakatau baru muncul dari permukaan laut tahun 1927 dan rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun. Kendati demikian, ia optimistis energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar. "Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan Gunung Krakatau pada 1883. Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini," katanya.

Meski kondisinya tidak perlu dikhawatirkan, ia mengimbau masyarakat tetap tenang. BPBD Provinsi Banten, BPBD Provinsi Lampung, PVMBG dan BKSDA telah melakukan langkah antisipasi.

"Yang penting masyarakat mematuhi rekomendasi tidak melakukan aktivitas di dalam radius 1 km dari puncak kawah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement