Selasa 10 Jul 2018 19:21 WIB

Untung-Rugi Cawapres Jokowi dari Nonparpol

Wakil dari kalangan profesional akan meredam potensi kekecewaan dari parpol.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Joko Widodo
Foto: Republika/ Wihdan
Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Paramadina Toto Sugiarto memaparkan soal untung-ruginya jika bakal capres pejawat Joko Widodo (Jokowi) memilih cawapres dari kalangan profesional. Menurutnya, bila Jokowi memilih wakilnya dari kalangan profesional, maka potensi kekecewaan di kalangan parpol pendukung itu akan rendah.

Toto mengatakan, hal itu tentu memberikan keuntungan kepada Jokowi karena potensi parpol pendukung cabut dukungan itu lebih rendah. Namun, kelemahannya, yakni membuat mesin partai politik tidak bekerja optimal. 

Toto mengakui, meski cawapres Jokowi dari kalangan profesional, parpol pendukungnya tetap harus memberdayakan mesin politik yang dimiliki. “(Namun) Kalau cawapresnya dari kalangan parpol itu akan lebih mudah mengoptimalkan mesin politiknya," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (10/7).

Sementara, lanjut Toto, jika Jokowi memilih cawapresnya dari kalangan parpol, gesekan antarparpol pendukungnya tentu lebih berpotensi terjadi. Namun positifnya, mesin politik partai untuk pemenangan calon tersebut akan lebih mudah diberdayakan sehingga membantu Jokowi dalam pemenangan Pilpres 2019.

Hingga saat ini, PDIP masih enggan membocorkan kandidat nama cawapres yang dipilih untuk mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.Namun, spekulasi mengenai sosok cawapres Jokowi belakangan ini menguat berasal dari nonpartai. 

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, yang pasti cawapres untuk Jokowi harus mendapat restu dari partai politik mitra koalisi. "Tentu (harus dapat restu mitra koalisi) kan bersama-sama, tidak bisa sendiri," ujar Eriko di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/7).

Sebab, menurut Eriko, dalam mendaftarkan capres dan cawapres, PDIP tidak bisa sendiri dan harus berkoalisi dengan partai lain. Saat ini, sudah ada komunikasi antara PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, dan juga Hanura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement