REPUBLIKA.CO.ID, Mendung menggelayuti Kelurahan Mecero, Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (9/7). Namun, di musim kemarau April-Oktober ini, Kabupaten Wajo justru mengalami musim penghujan, bahkan tergolong intensitas tinggi.
Kondisi itulah yang membuat Landa (50 tahun), petani Mecero, ini semakin resah. Betapa tidak, banjir besar yang melanda Wajo telah menenggelamkan puluhan ribu hektare tanaman padi berusia 25 hari. "Banjirnya lebih dari 15 hari. Jelas, tanaman mati memburuk," kata Landa yang menggarap tanaman padi seluas 3 hektare lebih.
Area sawah seluas itu, sebagian miliknya dan sebagian lagi menyewa. "Ini adalah banjir paling parah dalam 15 tahun terakhir. Tahun lalu hanya seminggu, dan tanaman masih selamat. Sekarang mati semua," tuturnya.
Untuk mengolah lahan seluas 3 hektare itu, Landa telah mengeluarkan modal Rp 10 juta lebih. Modal itu untuk pembelian benih, pupuk, upah tanam, dan garap lahan.
Landa menyebutkan, bila tak ada bencana banjir saat ini, panen yang dia hasilkan cukup besar. "Satu hektare bisa dapat Rp 25 jutaan. Tapi, sekarang malah rugi," ungkap Landa yang sudah 35 tahun lebih becocok tanam padi.
Dengan bencana banjir kali ini, Landa mengaku harus beruang kepada saudara-saudaranya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Namun, kebutuhan terbesar yang harus dikeluarkan adalah untuk membiayai uang kuliah kedua anaknya.
"Butuh Rp 8 juta untuk bayar kuliah anak-anak. Dan itu harus pinjam sama saudara. Nanti dibayar ya dari hasil panenan," ujarnya. Sedangkan untuk kebutuhan hidupnya, dia masih bisa berhemat.
Ali (48), petani lain di Kelurahan Macero, mengalmi hal yang sama. Tanaman padinya seluas satu hektare harus mati membusuk karena terendam banjir. "Biasanya menghasilkan 6 ton per hektare, sekarang tak dapat apa-apa," ucapnya.
Bapak tiga orang anak ini, pada Senin (9/7), mendapat bantuan 10 kg benih dan dua karung pupuk dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Wajo.