Jumat 06 Jul 2018 20:47 WIB

Pengawasan Lemah Jadi Faktor Pemicu Korupsi Dana Otsus

Kepala daerah juga ikut menentukan ada tidaknya korupsi dana otsus.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Muhammad Hafil
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasudit Pemerintah Aceh, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta di Kementerian Dalam Negeri, Raden Sartono, menilai, penyimpangan terhadap dana otonomi khusus (otsus) dikarenakan lemahnya pengawasan di tingkat provinsi. Jadi, peluang untuk menyalahgunakan dana terbilang besar dilakukan.

Raden menjelaskan, pengaturan untuk otsus sebenarnya sudah bagus karena melalui musrenbang dan usulan pun berdasarkan kriteria. "Yang jadi kemungkinan, proposal kabupaten/kota diseleksi di tingkat provinsi karena ada tim yang dibentuk gubernur. Di sini celah (korupsi) itu muncul," tuturnya di Jakarta, Jumat (6/7).

Raden menambahkan, penyeleksian proposal tersebut sudah seharusnya diawasi secara detail. Representasinya memang sudah baik di Undang-undang, tapi dalam pelaksanaan belum dilakukan secara maksimal. Ke depan, harus diadakan evaluasi untuk lebih baik lagi.

Salah satu poin yang juga kurang mendapatkan pengawasan  adalah terkait perubahan kewenangan proporsi yang lebih besar dari alokasi dana Otsus pada tahun 2013. Kewenangan ini dimunculkan melalui Qanun Nomor 2 Tahun 2013 yang berisikan  amanat pengelolaan dana otsus 60 persen daei provinsi dan 40 persen kabupaten.

Raden menjelaskan, Qanun 2008 tersebut sudah dikondisikan yang kemudian direvisi pada tahun 2013 direvisi. "Ada kelebihan maupun kekurangan ketika pelaksanaan kabupaten/kota itu ditransfer langsung dari pusat. Salah satu kekurangannya, dalam pelaksanaan kurang kontrol, ini juga dinamikanya," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Fasilitas Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan, Kemendagri sudah melakukan berbagai pencegahan termasuk menekan transaksi non tunai. Tujuannya, agar perjalanan dana lebih mudah dilacak sehingga mencegah terjadi penyalahguaan anggaran dalam perancangan dana otsus.

Tapi, Ardian mengakui, adanya celah untuk melakukan korupsi pada tahap pelaksanaan penggunaan anggaran. Celah ini berada di lingkungan pemerintah daerah yang menyulitkan Kemendagri untuk memonitor.

"Dalam kacamata pemerintah, dia (pemerintah) harus bisa evaluasi terhadap rencana kebijakan uang itu mau dibuat apa. Tapi, kalau tahapan pelaksanaan itu sudah diserahkan ke daerah, jadi pemerintah tidak mungkin intervensi," ujar Ardian.

Selain pengawasan, Ardian menilai terjadinya tindakan penyalahgunaan dana otsus tidak bisa terlepas dari individu kepala daerah itu sendiri. Sebab, secara regulasi, perencanaan penganggaran sistem dana otsus telah berjalan dengan baik.

Sebelumnya, KPK melalukan operasi tangkap tangan  terhadap Gubernur Aceh  Irwandi dan Bupati Bener Meriah Ahmadi pada Selasa (3/7). Tim penindakan KPK mengidentifikasi penyerahan uang sejumlah Rp 500 juta. Uang itu disinyalir bagian dari jatah yang diminta  Rp 1,5 miliar oleh Irwandi ke Ahmadi.

Selain Irwandi dan Ahmadi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya yang merupakan pihak swasta Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri sebagai tersangka suap terkait proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement