Selasa 03 Jul 2018 21:58 WIB

Pengamat: Publik Masih Menoleransi Calon Tersangkut Korupsi

Rico menilai perdebatan mengenai hak angket hanya akan memunculkan negosiasi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Kampanye Politik
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Kampanye Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun, berpendapat publik saat ini mempunyai toleransi cukup tinggi terhadap orang yang tersangkut kasus korupsi. Karena itu, ia menilai, perdebatan mengenai usulan hak angket terkait aturan KPU yang melarang mantan koruptor mencalonkan sebagai anggota legislatif tidak berpengaruh pada elektoral partai.

Ia mengatakan perdebatan usulan tersebut hanya bakal memunculkan negosiasi politik antarpartai. "Itu (hak angket) aneh-aneh saja, justru hanya akan berpengaruh pada negosiasi dan tawar-menawar politik, kalau di publik, itu enggak terlalu tajam," tuturnya, Selasa (3/7).

Rico menjelaskan publik masih menoleransi calon yang tersangkut korupsi terlihat dari keunggulan dua tersangka kasus korupsi dalam hitung cepat Pilkada Serentak 2018. Keduanya, yakni Syahri Mulyo sebagai calon bupati pejawat Tulungagung, dan Ahmad Hidayat Mus selaku calon gubernur Maluku Utara. 

Keduanya merupakan calon kepala daerah yang berstatus tersangka KPK. Berdasarkan hitung cepat KPU mampu mengungguli para pesaingnya. 

Karena itu, Rico menambahkan, isu seputar korupsi tidak berpengaruh signifikan terhadap elektabilitas parpol. “Saya tidak yakin dari isu korupsi ini akan ada hukuman publik kepada partai-partai yang menolak aturan KPU, tidak akan ada efek yang terlalu besar," ujar dia.

Rico menerangkan isu korupsi, termasuk soal Peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi calon legislator, tidak akan menaikkan atau menurunkan elektoral parpol tersebut. Begitu pula dengan usulan melakukan hak angket terhadap aturan tersebut.

"Isu korupsi ini sudah dipakai berlebihan. Karena itu, akan ada resistensi dari publik terhadap isu ini, artinya tidak punya pengaruh yang besar pada parpol," kata dia.

Rico menambahkan, isu korupsi menjadi tema yang berulang, dipergunakan diperbincangkan serta dipolitisasi sedemikian rupa. Sehingga, publik cukup resisten dengan isu tersebut. 

"Partai-partai yang baru pun tidak mendapatkan efek elektoral, karena publik beranggapan itu partai baru, setelah di Senayan, lain lagi ceritanya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement