Selasa 03 Jul 2018 13:32 WIB

Panwaslu: Coblos Ganda tak Masuk Unsur Pidana

Hasil kajian, bukti, dan keterangan saksi tidak ada kesengajaan pada coblos ganda.

Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Surabaya memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus coblos ganda di TPS berbeda yang dilakukan pasangan suami istri Kudori dan Sulichah. Coblos ganda ini berakibat digelar coblos ulang di TPS 49, Manukan Kulon, Surabaya, Ahad (1/7).

Panwaslu Surabaya Divisi Hukum dan Penangganan Pelanggaran Novli Thyssen mengatakan KPU telah menggelar rapat pleno membahas persoalan ini pada Selasa (2/7) kemarin. “Kami memutuskan unsur pidana pemilihan tidak terpenuhi dalam kasus itu," kata dia, di Surabaya, Selasa (3/7).

Menurut dia, keputusan itu berdasarkan kajian Panwaslu Surabaya selama lima hari setelah pencoblosan pada 27 Juni. Selain itu, KPU juga memutuskan berdasarkan alat bukti yang ada serta pemanggilan pelapor dan terlapor beserta sembilan saksi.

Hasilnya, ia menambahkan, tidak ada kesengajaan sesuai Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. "Jadi sesuai pasal 187a UU 10/2016, unsur kesengajaan sebagai orang lain dan menggunakan hak orang lain tidak terpenuhi," katanya.

Hal-hal yang meringankan bahwa ini merupakan kelalaian Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 49. Ia menyebutkan, ada prosedur yang terlewati tidak dilakukan KPPS. 

“Tugas KPPS untuk memastikan pemilih dengan mencocokkan surat pemberitahuan mencoblos atau C6 dengan identitasnya tidak dilakukan," katanya.

Selain itu, lanjut dia, terduga Sulichah memiliki keterbatasan karena buta huruf, sehingga saat petugas KPPS mengantar surat pemberitahuan mencoblos (C6) ke rumah kontrakan langsung diterima. "Begitu juga dengan pak Kudori yang memiliki keterbatasan penglihatan. Bisa baca, tetapi harus memakai kacamata dulu," katanya.

Pasangan suami istri tersebut, lanjut dia, juga minim pengetahuan mengenai tata cara pemungutan suara. "Saat itu dipikir, orang yang mengontrak rumah, berhak memilih di TPS di wilayah rumah itu," katanya lagi.

Panwaslu, lanjut dia, tidak mendapatkan bukti adanya kepentingan dari luar atau melawan hukum, melainkan murni ketidaktahuan mereka. 

Kudori dan Sulichah yang mengontrak rumah di Manukan Kulon mencoblos di TPS 49 terdekat pada 27 Juni menggunakan formulir C6 (surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih) milik tuan rumah. Selain itu, pasutri tersebut juga mencoblos di TPS 09 Manukan Wetan.

Kejadian tersebut baru diketahui pada saat tuan rumah yang merasa tidak mendapat C6 mendatangi TPS 49 untuk mencoblos dengan menggunakan KTP elektronik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement