Ahad 01 Jul 2018 18:39 WIB

PAN Dorong Pihak yang tak Setuju dengan PKPU Gugat ke MA

Politikus PAN mengaku partainya tidak terpengaruh dengan diberlakukan PKPU.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto
Foto: Republika/ Wihdan
Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengaku partainya tidak terpengaruh dengan pemberlakukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, yang memuat larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Hal itu disampaikan Ketua DPP PAN Yandri Susanto yang menyebut pemberlakuan tersebut tidak berdampak dalam proses rekrutmen caleg di PAN untuk Pileg 2019 mendatang.

"Ya kalau sampai sekarang yang daftar di PAN itu nggak ada yang mantan napi koruptor, nggak ada," ujar Yandri saat dihubungi wartawan, Ahad (1/7).

Namun demikian, yang menjadi persoalan PKPU tersebut lantaran dianggap melanggar ketentuan perundangan-undangan. Itu lantaran Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memperbolehkan mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif asalkan bersedia mengumumkan pernah menjadi terpidana.

Hal itu juga yang menurut Yandri, membuat PKPU tersebut menuai kritik berbagai pihak. "Ini kan persoalan regulasi, (PKPU) sudah larang, padahal UU-nya tidak melarang ya kan dan putusan pengadilan enggak ada, itu yang jadi persoalan kita selama ini," katanya.

Karenanya, Yandri mendorong kepada pihak-pihak yang keberatan dan merasa dirugikan atas diterbitkannya PKPU tersebut untuk mengajukan uji materi pasal tersebut ke Mahkamah Agung.  "Bagi para pihak yang tidak puas atau mungkin juga ada parpol-parpol lain atau bahkan calon anggota DPD RI itu misalkan itu tidak bisa atau terhambat dengan PKPU itu kan bisa menggugat kepada MA. Karna itu kan tingkat peraturan ya," ujar Yandri.

Hal itu lebih efektif daripada adanya wacana untuk menggunakan cara lain, salah satunya hak angket DPR kepada KPU atas penerbitan PKPU tersebut.

"Belum sampai kesana ya. PAN mendorong masih ada upaya hukum ke MA, mungkin dalam 2 minggu atau sebulan kan MA bisa memutus. Kalau ada pihak yang merasa dirugikan saya kira KPU juga terbuka kok kalau itu digugat di MA dan KPU juga akan menerima kok hasilnya," kata Yandri.

Baca juga: KPU Resmi Berlakukan PKPU Larang Mantan Koruptor Nyaleg

Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi memberlakukan aturan larangan pencalonan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi. Aturan itu sudah resmi diterapkan dalam pencalonan caleg untuk Pemilu 2019 mendatang.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, Sabtu (30/6) sore. "Aturan itu sudah diumumkan di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) KPU," ujar Pramono lewat pesan singkat kepada Republika.

Aturan itu akhirnya resmi menjadi PKPU Nomor 20 Tahun 2018, perihal Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan pantauan di laman JDIH KPU, aturan tersebut sudah diunggah sejak Sabtu sore dan dapat diunduh oleh masyarakat umum.

Pramono menegaskan, PKPU ini sudah bisa dijadikan pedoman dalam pendaftaran caleg mulai 4 Juli mendatang. "Dengan demikian aturan itu sudah bisa dijadikan pedoman dan sudah pasti diterapkan dalam Pemilu 2019," ungkapnya.

Dia menambahkan, aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi juga tetap masuk dalam PKPU Nomor 20. "Soal itu, berkali-kali kami tegaskan, KPU tidak pernah berubah mengenai hal (larangan) itu," tegasnya.

Adapun larangan itu ada dalam pasal 7 ayat 1 huruf (h) yang berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement