Jumat 29 Jun 2018 21:56 WIB

Mantan Menkeu Akui Pemberian Release and Discharge

Pemberian R&D sudah sesuai dengan perjanjian penyelesaian BLBI.

Rep: EH Ismail/ Red: Hiru Muhammad
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (21/6).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri keuangan Bambang Subianto, mantan ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf, sera mantan wakil ketua BPPN Farid Harianto mengakui, mereka telah memberikan release and discharge (R&D) atau pemberian pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum terhadap Sjamsul Nursalim, mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) dalam penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

R&D tersebut terdiri dari dua surat. Pertama ditandatangani oleh Farid Harianto selaku kuasa Glenn Yusuf mewakili BPPN. Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan PS BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali bantuan likuiditas (BLBI).

Surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN  mewakili Pemerintah Indonesia. Surat yang ke-2 ini menegaskan, sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apa pun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum  pemberian kredit terkait pinjaman pemegang saham dan segala hal terkait BLBI.

Pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai. R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin Arsjad Temenggung untuk memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada 2004.

Bambang Subianto adalah Menteri Keuangan pada masa Presiden BJ Habibie, sementara Glen dan Farid menjabat pimpinan BPPN di masa Habibie sampai awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Pengakuan ketiga mantan pejabat keuangan tersebut terungkap saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan lanjutan perkara mantan ketua BPPN Syafruddin Temenggung di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/06).

Dalam sidang juga terungkap bahwa BPPN telah mengukuhkan pemberian kedua surat R&D ke dalam suatu akta notaris, yaitu Akta Letter of Statement Nomor 48 tanggal 25 Mei 1999 yang dibuat di depan Merryana Suryana, Notaris di Jakarta. Untuk diketahui, akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam arti isinya dianggap benar sepanjang belum dibuktikan dalam pengadilan isinya tidak benar dan akta itu dibatalkan.

“Apakah saudara saksi pernah menandatangani Letter of Statement Nomor 48 yang isinya merupakan akta notaris yang merupakan satu rangkaian membebaskan Sjamsul Nursalim dari segala tuntutan terkait BLBI?” tanya anggota tim Penasehat Hukum Syafruddin Temenggung, Ahmad Yani.

Melihat salinan bukti yang ditunjukan tersebut, saksi Farid Harianto mengakui akta notaris tersebut memang ditandatangani oleh dirinya yang saat itu diberikan surat kuasa penuh oleh Glenn Muhammad Surya Yusuf untuk menandatangani segala urusan yang terkait MSAA.

Dalam kesaksian di persidangan juga terungkap bahwa, apabila ada keberatan atau persengketaan dari pemegang saham terhadap klaim atau tuntutan dari BPPN, maka klaim tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh pengadilan. Hal itu merujuk pada ketentuan MSAA Pasal 12.4 kalimat terakhir. Ketentuan dalam MSAA tersebut ditunjukkan penasehat hukum dan diakui oleh saksi Glen dan Farid. Farid menambahkan di masa dia, klaim BPPN yang ditolak pemegang saham tidak pernah diajukan oleh BPPN ke pengadilan.

Terungkap pula bahwa surat Glenn tertanggal 1 November 1999 kepada PS BDNI yang isinya PS memberikan pernyataan utang petambak adalah kredit lancar ternyata merupakan kredit macet. PS kemudian diminta aset pengganti. PS-BDNI dalam surat balasannya kepada Glen membantah memberikan pernyataan mengenai kelancaran utang petambak. Glen dalam kesaksiannya kemarin mengakui, dia baru tahu PS BDNI tidak pernah memberikan pernyataaan mengenai kelancaran kredit petambak tersebut dan juga tidak ditemukan adanya pernyataan kelancaran kredit petambak di dalam MSAA. PS BDNI juga tidak pernah menjamin pembayaran kredit petambak sebagaimana terungkap dari Schedule 8.14 MSAA yang ditunjukkan di persidangan.

“Saya hanya diberitahukan pihak lain bahwa Sjamsul Nursalim memberikan pernyataan mengenai lancarnya kredit petambak. Pada sidang hari ini saya justru baru mendengar dari saksi ternyata bukan Sjamsul Nursalim yang menyatakan, tapi konsultan keuangan PS BDNI,” kata dia. Dalam kesaksian tidak terungkap konsultan keuangan mana yang dimaksud. Sidang pun ditutup menjelang pukul 20.00 WIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement