REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Manik, mengatakan jika Syahri Mulyo resmi memenangkan Pilkada Kabupaten Tulungagung, maka pelantikan atas dirinya rencananya dilakukan paling cepat pada awal Oktober. Namun, hal itu akan terjadi jika KPU sudah menetapkan secara resmi kemenangan pejawat yang kini menjadi tersangka KPK itu.
Akmal menjelaskan, meski berstatus pejawat, saat ini masa jabatan Syahri sebagai Bupati Tulungagung sudah selesai. Akhir masa jabatannya jatuh pada April lalu.
Karena itu, saat ini Tulungagung dipimpin oleh seorang Penjabat (Pj) Bupati. Karena itu, berdasarkan rencana tahapan pelantikan kepala daerah hasil pilkada 2018, Bupati Tulungagung terpilih akan dilantik paling cepat pada awal Oktober atau masuk dalam pelantikan gelombang satu.
"Paling cepat dilantik pada sekitar awal Oktober. Ini berdasarkan rencana yang tahapan pelantikan kepala daerah hasil pilkada 2018 yang akan diusulkan oleh Kemendagri," ujar Akmal ketika dihubungi Republika, Jumat (29/6).
Namun, dia menegaskan jika kepastian pelantikan itu menunggu hasil resmi rekapitulasi penghitungan perolehan suara oleh KPU. Berdasarkan jadwal, hasil rekapitulasi resmi dari KPU akan disampaikan pada 9 Juli.
Selain itu, Akmal juga mengingatkan ada sejumlah syarat yang harus diperhatikan sebelum melantik Syahri. "Pertama, kami lihat dulu apakah yang bersangkutan statusnya masih tersangka, terdakwa atau terpidana," ungkap dia.
Jika sampai masa pelantikan nanti statusnya tersangka atau terdakwa, maka Syahri tetap dilantik. Kemudian, dia akan diberhentikan sementara.
"Nah, kalau seandainya sampai awal Oktober nanti ternyata ada putusan hukum sudah tetap atau incracht, yang bersangkutan akan kita berhentikan tetap. Kemudian, Wakilnya akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Tulungagung. Wakilnya nanti akan menjabat sebagai Plt sampai DPRD mengusulkannya sebagai kepala daerah definitif," jelas Akmal.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan kepala daerah yang menang di Pilkada 2018 tetapi menjadi tersangka korupsi tetap akan dilantik sesuai jadwal. Namun, statusnya bisa berubah jika sudah ada putusan hukum yang bersifat tetap.
"Tersangka (korupsi) yang (kasusnya) belum mendapat kekuatan hukum tetap, sementara dia menang Pilkada, akan dilantik sesuai jadwal pelantikan. Namun, posisinya bisa berubah jika sudah ada hukum tetap," ujar Tjahjo dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat.
Dengan demikian, proses hukum atas calon terpilih itu tetap berjalan. Penjelasan Tjahjo ini merupakan jawaban atas status Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo, yang unggul dalam pemungutan suara Pilkada 2018, Rabu (27/6) lalu.
Berdasarkan hasil hitung cepat KPU pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo meraih 59,8 persen suara sah. Sementara itu, lawannya yakni Margiono-Eko Prisdianto meraih 40,2 persen suara sah. Hasil ini berdasarkan 100 persen suara yang masuk berdasarkan hitung cepat KPU yang diunggah lewat laman resmi KPU pada Jumat.
"Nanti tetap dilantik sampai ada kekuatan hukum tetap dia bersalah atau tidak," ujar Tjahjo.
Tjahjo melanjutkan, jika pengadilan memutuskan Syahri bersalah, maka statusnya sebagai Bupati Tulungagung akan dicabut kembali. Kondisi ini, kata Tjahjo, serupa dengan kepala daerah sebelumnya yang pernah dilantik saat berada di tahanan.
"Kan juga ada dilantik di LP, itu di Lampung, Sulawesi Tenggara. Jadi kita tetap menghargai proses demokrasi. Tetapi, proses hukum juga harus berjalan," jelas Tjahjo.
Adapun dasar dari kondisi tersebut, adalah UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Aturannya menyatakan calon gubernur, wali kota, dan bupati yang berstatus tersangka dan terpilih, akan tetap dilantik. Calon bupati atau calon walikota terpilih nantinya akan dilantik oleh Mendagri, sebagaimana diatur pada pasal 164 ayat (6) UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.
"Proses pilkada yang memilih adalah masyarakat. Soal siapa yang dipilih itu yang dimau oleh masyarakat, maka ya jalan terus," tegas Tjahjo.
Sebagaimana diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menetapkan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muh Samanhudi Anwar bersama empat orang lainnya sebagai tersangka suap di Pemkab Tulungagung dan Pemkot Blitar Tahun Anggaran 2018.Penetapan tersebut dilakukan setelah KPK memeriksa 1X24 jam kepada para tersangka dilanjutkan dengan gelar perkara pada 7 Juni lalu.