REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan pada dasarnya KPK mengikuti aturan pilkada yang salah satu penyelenggaranya adalah KPU. Diketahui, terdapat sejumlah tahanan KPK yang saat ini memiliki catatan kependudukan di daerah yang ikut pilkada serentak Rabu (27/6) besok.
"Namun, KPK belum menerima surat apapun dari KPU terkait dengan apakah para tahanan yang ada di KPK perlu difasilitasi untuk melakukan pemungutan suara atau tidak. Tentu yang berwenang melaksanakan hal tersebut adalah KPU sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Febri dalam pesan singkatnya, Selasa (26/6).
Febri menjelaskan, sejauh ini, koordinasi KPK dan KPU adalah untuk memfasilitasi tahanan menggunakan hak pilih di rutan yang wilayah hukumnya mengikuti proses pemilu, baik pilkada DKI, ataupun pilpres dan pileg yang telah dilakukan sebelumnya.
KPK berharap proses demokrasi yang akan dilakukan secara serentak dapat berkontribusi positif untuk daerah masing-masing dan jangan sampai ada suara rakyat yang dibeli. Karena, politik uang adalah langkah awal yang dapat menjerumuskan kepala daerah pada perilaku korupsi.
"Jangan sampai kita kotori proses demokrasi ini dengan korupsi," kata Febri.
Sampai saat ini, 95 kepala daerah telah KPK proses dalam kasus korupsi di 108 kasus korupsi dan pencucian uang. Pelaku korupsi tersebut tersebar di 22 provinsi di Indonesia dengan jabatan gubernur, bupati, wali kota atau wakil.
"Terbanyak di Jabar (12), Jatim (11) dan Sumut (9). Sedangkan modus korupsi yang paling dominan adalah penyuapan," terangnya.
KPK pun berharap jika proses demokrasi di pilkada serentak dapat menghasilkan Pemimpin yang berintegritas. "Tentu kami berharap ke depan lebih sedikit, kapan perlu tidak ada kepala daerah yang melakukan korupsi," ucapnya.