Senin 25 Jun 2018 23:05 WIB

Pengamat: Perebutan Posisi Cawapres Bakal Sengit

Pengamat menilai perebutan posisi cawapres di pilpres 2019 akan semakin sengit.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Persentasi hasil survei menjelang Pilpres 2019 (ilustrasi)
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Persentasi hasil survei menjelang Pilpres 2019 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) Zaenal A Budiyono menilai, persaingan perebutan posisi calon wakil presiden untuk pilpres 2019 akan semakin sengit. Hal itu karena kemungkinan besar pilpres 2019 hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon presiden saja.

Zaenal mengatakan, meski saat ini sejumlah aktivis tengah kembali menggugat ambang batas pengajuan capres (presidential threshold) di Mahkamah Konstitusi (MK), namun kecil kemungkinan gugatan tersebut akan menang, mengingat ambang batas pengajuan capres sudah pernah digugat sebelumnya. Jika gugatan kembali ditolak, artinya kemungkinan besar akan terjadi remacth antara Jokowi dan Prabowo.

"Pertarungan sengit justru terjadi di posisi Cawapres, dimana hingga kini sejumlah nama terus dibahas para elit kedua kubu," ujar Zaenal, Senin (25/6).

Zaenal melanjutkan, salah satu nama yang, menurut dia disinyalir memiliki peluang, ialah Gatot Nurmantyo. Namanya kerap di posisi tiga besar tiga Capres, atau (merujuk sejumlah survei) berada di peringkat satu kalau untuk Cawapres jokowi. "Meski demikian, langkah Gatot tidak mudah," katanya.

Dosen FISIP Universitas Al Azhar itu menjelaskan, ganjalan Gatot diantaranya, di internal Jokowi untuk nama-nama profesional, selain Gatot masih ada nama Moeldoko, Mahfud MD, Susi Pudjiastuti atau Sri Mulyani. "Keempatnya bukan nama sembarangan, karena memiliki rekam jejak mentereng," katanya.

Moeldoko adalah mantan panglima TNI, dan sekarang ketua Kantor Staf Presiden (KSP). Mahfud MD memiliki pengalaman di birokrasi, selain akademisi. Susi dikenal sebagai menteri berprestasi, sementara Sri Mulyani terakhir meraih gelar sebagai menteri keuangan terbaik di dunia. Kedua, lanjut dia, selain nama-nama dari internal Jokowi, koalisi parpol pendukung juga menyuguhkan nama-nama kuat.

"Bila pertimbangannya untuk perimbangan kekuatan politik dan memperkuat elektabilitas, Jokowi cenderung akan memilih calon dari parpol yang sudah memiliki basis," katanya.

Bagaimana peluang Gatot di kubu Prabowo? Zaenal mengatakan akan sulit membayangkan Prabowo berpasangan dengan Gatot. Sebab keduanya memiliki latar belakang yang sama, yaitu militer. Pengalaman 2014, Prabowo yang berpasangan dengan sipil (Hatta Rajasa) justru hanya kalah tipis dari Jokowi-JK.

"Mempertahankan momentum 2014 menjadi penting bagi Prabowo, dan dalam upaya kesana, ia membutuhkan sosok sipil yang mumpuni," ujar Zaenal.

Sedangkan partner Gerindra, PKS sendiri sejauh ini belum secara terang mendorong Gatot. Mereka lebih fokus mendukung sembilan nama dari internal PKS. Zaenal mengatakan satu-satunya peluang adalah mengharapkan terbentuknya poros ketiga, yang bisa mencalonkan Gatot sebagai Capres.

Sebelumnya nama mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo dan putra sulung mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyon, (AHY), menjadi calon wakil presiden (cawapres) favorit. Ini berdasarkan hasil survei terbaru Charta Politika yang dirilis, Rabu (6/6). Nama Gatot Nurmantyo dan AHY menjadi favorit untuk dijagokan sebagai cawapres dari dua calon presiden (capres), baik dari calon pejawat Joko Widodo maupun calon penantang Prabowo Subianto. Survei Charta Politik terbaru soal pilpres 2019 ini dilakukan pada 23-29 Mei 2018, dengan menyurvei empat wilayah di Jawa yang menjadi lumbung suara nasional, yakni Banten, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement