REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengkritisi ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia. Menurut Prabowo, berdasarkan data rasio Gini yang merupakan indikator ketidakmerataan pendapatan penduduk, angka rasio Gini Indonesia ada di angka 45.
"Menurut lembaga-lembaga internasional, sekarang ini Gini ratio kita kurang lebih 45. Jadi, satu persen rakyat kita menguasai 45 persen kekayaan bangsa Indonesia. Ini dari bank internasional yang menilai itu," ujar Prabowo saat memberi pidato di rumah dinas Ketua MPR Zulkifli Hasan di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (25/6).
Prabowo dalam kesempatan itu juga mengungkap ketimpangan yang terjadi lainnya, yakni soal penguasaan tanah di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pertanahan Indonesia (BPN), 80 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh satu persen bangsa Indonesia.
"Maret 2018, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) mengatakan, lahan dikuasai perusahan swasta, 82 persen. Ini adalah bagian daripada indikator," kata Prabowo.
Selain itu, Prabowo mengatakan indikator ketimpangan penduduk yang kaya dan miskin di Indonesia. Berdasarkan data bahwa ada empat individu yang kekayaannya jika ditotal lebih dari 100 juta rakyat Indonesia. Itu, kata Prabowo, menunjukkan ketimpangan yang tidak sehat di negara Indonesia.
Ia melanjutkan, dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga terungkap, selain 26 juta orang tergolong miskin, masih ada 69 juta orang lagi terancam miskin dengan garis kemiskinannya Rp 387 ribu per bulan. "Bayangkan, saudara-saudara, ada rakyat kita yang hidup dengan 387 ribu. Kalau yang hampir miskin adalah 580 ribu rupiah," ujarnya.
Karena itu, ia menilai kondisi tersebut seharusnya segera disikapi secara serius oleh semua pihak. Ia juga menegaskan, pernyataan yang ia sampaikan berdasarkan data, bukan dalam upaya mencari-cari kesalahan
"Jadi, kalau saya mengatakan itu, bukan saya mencari-cari kesalahan, bukan, ini data yang keluar. Saudara-saudara, bukan Prabowo itu pesimis, bukan. Prabowo ini cemas. Prabowo ini ingin memperingati bangsa dan negara," kata Prabowo.
Menurut dia, sistem demokrasi memang sewajarnya perlu adanya kritik dalam rangka pengawasan kinerja pemerintah yang berkuasa. "Jadi, kalau ada kritikan, memang peran kami. Peran parpol di luar kekuasaan harus mengkritik, itu tugas kami. Itu pengawasan. Mengkritik untuk memberi peringatan, untuk mengoreksi. Kalau kita tidak koreksi, jangan keblablasan," katanya menegaskan.