Ahad 24 Jun 2018 14:19 WIB

Demokrasi tak Boleh Henti Jadi Komitmen BJ Habibie

Habibie menjadikan demokrasi sebagai sistem politik sejak dilantik sebagai presiden.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Dewan Pakar the Habibie Center bidang ekonomi Umar Juoro saat diwawancara usai Orasi 82 Tahun BJ Habibie di Kemang, Jakarta Selatan, Ahad (24/6).
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Anggota Dewan Pakar the Habibie Center bidang ekonomi Umar Juoro saat diwawancara usai Orasi 82 Tahun BJ Habibie di Kemang, Jakarta Selatan, Ahad (24/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pakar the Habibie Center bidang ekonomi Umar Juoro mengatakan, demokrasi sejak pemerintah Habibie menjadi sistem politik Indonesia yang berkelanjutan. Karena itu, istilah "demokrasi tak boleh henti" menjadi komitmen BJ Habibie yang juga harus direalisasikan secara terus menerus oleh seluruh bangsa.

Umar menceritakan, ketika BJ Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto, keadaan politik dan ekonomi dalam keadaan krisis yang mendalam. Sistem keuangan tidak berfungsi, sistem distribusi dan berhentinya kegiatan produksi bahkan membuat pertumbuhan minus 13,1 persen.

Melihat kondisi tersebut, lanjut Umar, Habibie mengambil keputusan yang luar biasa dengan memilih demokrasi. Dalam sistem politik demokrasi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kata dia, Indonesia berusaha untuk bertransformasi menjangkau status sebagai negara maju.

"Demokrasi itu komitmen beliau (BJ Habibie), pada waktu itu (1998) dari pihak pemerintah banyak yang tidak setuju, lalu kalangan akademisi dan masyarakat juga begitu. Tapi dengan tegas Habibie menjadikan demokrasi sebagai sistem politik kita. Tidak ada keraguan, karena jika tidak begitu maka krisis ekonomi, politik akan berkelanjutan," kata Umar dalam Orasi 82 Tahun BJ Habibie di Kemang, Jakarta Selatan, Ahad (24/6).

Umar menyatakan, bagi Habibie sendiri, pandangan tentang demokrasi politik Indonesia bukanlah hal yang baru dan mendadak. Tetapi sebelum mengambil keputusan itu, dia aktif mendiskusikannya saat dia menjabat sebagai Menristek dan ketua ICMI.

Tentu saja, kata Umar, masih banyak kelemahan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia ini. Permasalahan yang menonjol adalah praktik politik transaksi di mana proses politik baik dalam penentuan posisi maupun alokasi anggaran ditransaksikan secara finansial.

Politik transaksional ini, jelas dia, tentu mengalihkan perhatian politisi dari memperjuangkan rakyat menjadi semakin mengejar kepentingan pribadi yang merusakkan keberlanjutan demokrasi.

"Karenanya saya kita upaya untuk mengatasinya harus terus diupayakan. Jika hanya dengan tindakan tegas KPK dalam berantas korupsi tapi juga yang mendasar adalah proses edukasi dan interaksi serta partisipasi meminimalkan politik transaksi oleh para pemilih sendiri," jelasnya.

Dia menegaskan, saat ini dan ke depan, semua elemen bangsa mesti berupaya untuk mengembangkan demokrasi yang melembaga yang menyuarakan aspirasi rakyat. Tidak mengeksploitasi dan tidak pula transaksional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement