REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak akan terpengaruh dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik dalam pesta demokrasi pilkada serentak 2018. KPK menjamin akan bekerja dalam koridor hukum yang berlaku.
"Kalau ada pihak-pihak tertentu yang ingin menarik atau memposisikan KPK dalam katakanlah kontestasi politik yang sedang berjalan (pilkada serentak 2018), tentunya KPK tak akan terpengaruh," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (22/6).
Menurut Febri, dalam menjalankan tugasnya, KPK akan selalu mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK. Adapun, sambung Febri, bila ada seseorang yang diperiksa sebagai saksi dalam proses hukum sebuah kasus, menurutnya murni untuk kepentingan penyidikan.
"KPK juga tetap memprosesnya penyelenggara negara yang terbukti menerima suap, sekalipun dia adalah calon kepala daerah. Cukup banyak kepala daerah dan penyelenggara daerah yang kita OTT, meskipun dia saat itu menjadi calon kepala daerah," terangnya.
Namun, sambung Febri, KPK juga mengakui tak bisa mengontrol pihak-pihak yang menggunakan isu korupsi sebagai 'senjata pamungkas' untuk menjatuhkan lawannya dalam pilkada.
"KPK tidak bisa mengontrol semuanya. Yang bisa kami pastikan adalah KPK bekerja secara benar di koridor hukum itu saja yang kita pastikan. Agar dimensi lain seperti dimensi politik tidak masuk dalam kerja yang ditangani KPK," tuturnya.
Febri menambahkan, masyarakat juga perlu hati-hati dan cerdas melihat isu yang berkembang. "Benar memang kita harus memilih politikus yang berintegritas dan bersih. Namun untuk kebenaran dan validitas info itu adalah yang paling penting," tambahnya.
Diketahui, pada Jumat (22/6) siang sejumlah orang yang mengklaim perwakilan dari 35 kabupaten atau kota seJawa Tengah mendatangi kantor KPK. Salah satu dari mereka adalah aktivis Ratna Sarumpaet.
Ratna dan rombongan tersebut mengaku datang untuk meminta klarifikasi mengenai status dan dugaan keterlibatan calon gubernur Jawa Tengah (pejawat) Ganjar Pranowo dalam kasus korupsi KTP-elektronik.
"Jadi kehadiran saya di sini memfasilitasi kawan-kawan dari Jawa Tengah, dari 35 kabupaten atau kota, mereka datang ingin meminta kepastian tentang kedudukan kasusnya Ganjar Pranowo," terang Ratna.
Adapun, permintaan klarifikasi tersebut berkaitan dengan Pilkada serentak yang akan digelar pada Rabu (27/6) pekan depan. Masyarakat, kata Ratna, ingin agar Pilkada Jateng berjalan dengan penuh tanggungjawab serta menghasilkan pemimpin yang baik.
Dalam hari yang sama sejumlah orang yang menamakan dirinya sebagai perwakilan dari FPI (Front Pemerhati Indonesia), juga menggelar aksi dan mendesak agar KPK membongkar kembali skandal "Papa Minta Saham" yang sempat menyeret nama Sudirman Said.
"KPK harus bongkar lagi skandal "Papa Minta Saham" dengan memanggil Sudirman Said, karena jelas Sudirman Said sebagai penyelenggara negara telah menjanjikan sesuatu kepada pihak Freeport," seru Koordinator Lapangan FPI, Muhammad Ali.