Jumat 22 Jun 2018 14:31 WIB

Penyebab Pleidoi Fredrich Yunadi Setebal 2.000 Halaman

Fredrich Yunadi sebelumnya dituntut 12 tahun penjara terkait kasus Setya Novanto.

Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi (tengah) membawa berkas Pembelaan (Pledoi) saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (22/6) .
Foto: Antara/Reno Esnir
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi (tengah) membawa berkas Pembelaan (Pledoi) saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (22/6) .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Fredrich Yunadi memasukkan transkrip para saksi ke dalam nota pembelaan (pleidoi) sehingga pleidoi itu menjadi ribuan lembar. Pleidoi dibacakan Fredrich di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada sidang hari ini, Jumat (22/6).

"Pleidoi ini jadi tebal karena menggunakan sistem transkrip karena saya tidak ingin memanipulasi sesuatu dalam sidang," kata Fredrich di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Ia juga akan membuka manipulasi penuntut umum dengan membandingkan transkrip para saksi. Transkripnya itu setebal 1.200 halaman.

Dalam perkara ini, Fredrich dituntut hukuman maksimal selama 12 tahun penjara ditambah denda Rp 600 juta subsider 6 bulan karena diduga bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutardjo.

"Dari saya pribadi 2.000 halaman, sedangkan dari penasihat hukum 300 halaman. Saya buktikan apa saja yang dipalsukan supaya tahu yang mana dipalsukan," tambah Fredrich

Namun, ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri meminta Fredrich membacakan resume pleidoi. "Sebelum sidang, majelis hakim sudah sepakat untuk membacakan resumenya," kata hakim Saifuddin.

"Saya sudah susun analisis yuridisnya, tabel-tabel sangat penting," ungkap Fredrich.

"Tidak dibaca seluruhnya kan?" tanya hakim Saifuddin.

"Tidak ... tidak, yang jelas transkrip keterangan saksi dimasukkan pleidoi tetapi tidak dibacakan, izin pleidoi ini jadi panjang lebar karena ada transkrip," ungkap Fredrich.

Tuntutan Fredrich adalah hukuman maksimal dari dakwaan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Jaksa penuntut umum (JPU) KPK pun tidak melihat ada hal yang meringankan dari perbuatan Fredrich.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement