Kamis 21 Jun 2018 17:19 WIB

Jalur Menyimpang, Kritik Prabowo untuk Pemerintah

PDIP menilai kritik Prabowo tentang konglomerasi tidak jujur

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah)
Foto: Antara/Darwin Fatir
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto merilis pidato pertamanya yang diunggah melalui media sosial Facebook miliknya, Selasa (19/6) malam. Pidato pertama Prabowo tersebut menjadi pidato kritik pertamanya menggunakan media sosial. Bahkan, hal ini juga di akui Prabowo langsung dalam pidatonya.

"Malam hari ini untuk pertama kali saya berusaha menguji coba salah satu sarana berkomunikasi yang telah kita bangun supaya kita bisa bicara langsung kepada Saudara-Saudara sekalian di seluruh Indonesia," ujar Prabowo dalam video yang berdurasi 37 menit 50 detik tersebut.

Melalui pidatonya, lawan Presiden Joko Widodo di Pilpres 2014 itu menyebut kondisi bangsa Indonesia saat ini berada di arah dan jalur yang salah. Menurut Prabowo dan partainya, sistem bernegara, sistem politik, ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi berada di jalur yang menyimpang.

"Menyimpang dari apa? Menyimpang dari rencana dan dari cetak biru yang dibangun oleh pendiri-pendiri bangsa kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945," kata Prabowo.

Prabowo menilai masalah yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia karena tidak setianya pemerintah terhadap Pancasila dan UUD 1945. Ia pun mengakui saat ini banyak yang menggunakan Pancasila dan UUD 1945 sebagai mantra dan slogan semata. Namun, hakikatnya tidak dipahami dan tidak mau dilaksanakan.

Ia mencontohkan, Pancasila memuat keadilan sosial. Namun, kondisi riil yang terjadi menurut Prabowo justru selama ini yang menikmati kekayaan negara tidak kurang dari satu persen dari seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah lebih dari 250 juta penduduk. "Bahkan, ada yang mengatakan tidak lebih dari 300 keluarga yang menikmati kekayaan bangsa Indonesia," kata dia.

Selain itu, Prabowo juga menyindir keluhan pemerintahan Presiden Jokowi yang kerap menyebut anggaran terbatas. Bahkan, utang negara digunakan untuk menggaji pegawai atau membayar bunga utang yang di tanggung negara. Kondisi inilah yang membuat Indonesia terus miskin.

"Ini adalah ekonomi yang tidak masuk akal, tidak ada lembaga kuangan di seluruh dunia berani pinjamkan uang untuk biaya overhead gaji. Secara ekonomi, ini tidak masuk akal, tapi negara kita, bangsa kita, harus menerima kenyataan bangsa kita pinjam uang untuk bayar utang, untuk bayar gaji pegawai," katanya.

Mantan komandan jenderal (dan jen) Kopassus tersebut mengingatkan sumber ekonomi Indonesia telah lepas kendali dari penguasaan negara. Padahal, sesuai Pasal 33 UUD 1945, kunci kedaulatan ekonomi negara adalah kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.

Prabowo memerintahkan seluruh kader Gerindra untuk memenangkan kepala daerah yang diusung Gerindra agar kondisi pemerintahan saat ini tidak dilanjutkan dalam waktu lima tahun mendatang. Hingga Rabu (20/6) sore, video pidato Prabowo tersebut sudah dibagikan 3.600 warganet dan dikomentari sebanyak 13 ribu warganet.

Ketua DPP Bidang Perekonomian PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai kritik yang disampaikan Prabowo terhadap pemerintahan Presiden Jokowi terkait praktik konglomerasi kekayaan Indonesia tidak jujur. Sebab, praktik konglomerasi tersebut sudah terlihat sejak era pemerintahan Orde Baru. "Kritik yang tidak fair dan tidak jujur," ujar Hendrawan kepada Republika.

Hendrawan menambahkan, praktik konglomerasi dan oligarki ekonomi tumbuh subur pada masa kepemim pinan Orde Baru. Memasuki era Reformasi, pemerintah dan DPR mem buat salah satu undang-undang yang sangat penting untuk melarang praktik seperti itu melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan tidak Sehat.

Selanjutnya, kata Hendrawan, pada era pemerintahan Jokowi, pemerintah berusaha mengoreksi hal ini dengan mengambil strategi Trisakti sebagai strategi pembangunan. Yaitu, berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Menurut PDI Perjuangan, dalam iklim ekonomi liberal dan globalisasi saat ini, mewujudkan strategi Trisakti tersebut tidak mudah. Dibutuhkan konsistensi dan kesabaran. "Sejumlah UU yang tidak sesuai dengan konstitusi terus kita sisir dan kita revisi. Butuh kekompakan. Jangan sebentar-sebentar kita marah. Tantangan kita berat," kata dia menegaskan.

Hendrawan mencontoh kan, pemerintahan Jokowi sudah membubarkan Petral, penenggelaman kapan pencuri ikan yang dilindungi pengusaha besar, renegosiasi ulang tambang Freeport dan Newmont, sampai kartelisasi ekonomi diurai dan diatur. Hal ini membuktikan kritik Prabowo tidak tepat ditujukan untuk Jokowi.

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyarankan Ketua Umum Gerindra tidak melihat sebuah masalah hanya dari sudut pandang dirinya sendiri. "Setiap kita memiliki penilaian subjektif atas realitas objektif yang ada sekarang. Penilaian itu harus didasarkan pada data dan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan," kata nya. Febrianto Adi Saputro¦ ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement