Senin 18 Jun 2018 01:16 WIB

Saat Penyiram Novel Baswedan Muncul Lagi

Pelaku penyiraman mengaku sempat berjarak sangat dekat dengan Novel.

Warga membubuhkan tanda tangan di poster saat aksi memperingati setahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (15/4).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Warga membubuhkan tanda tangan di poster saat aksi memperingati setahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (15/4).

REPUBLIKA.CO.ID   Oleh: Rahma Sulistya

Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan tampaknya masih jalan di tempat. Padahal, kasus Novel yang disiram air keras asam sulfat (H2SO4) oleh orang tak dikenal usai Shalat Subuh ini sudah berjalan setahun lebih.

Mata Novel --penyidik yang menangani banyak kasus korupsi termasuk korupsi KTP elektronik itu-- rusak dan harus dioperasi di rumah sakit di Singapura selama beberapa bulan. Pada Maret lalu ia kembali melakukan operasi mata tahap kedua.

Sejumlah kalangan mendesak dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel. Namun kepolisian termasuk pihak yang keberatan. Alasan polisi, TGPF belum diperlukan di mana saat ini kepolisian masih terus mengusut kasus penyiraman Novel tersebut.

Hasilnya, belum ada titik terang pengejaran terhadap pelaku penyiraman air keras ini. Malah, Novel menyatakan pelaku masih berkeliaran dan masih mengancam-ancam dirinya.



"Saya pulang hari pertama dari Singapura masih diancam (oleh pelaku penyiraman). Pelakunya bilang (dia) ada di depan saya," kata Novel saat ditemui di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Ahad (17/6).

Novel menyatakan pelaku penyiraman air keras ini terlihat sangat tidak takut dengan memberikan teror lagi. Bahkan, pelaku penyiraman yang kini menteror itu menyebut bahwa dirinya mengawasi Novel dari jarak sangat dekat sejak kembali ke Tanah Air.

Novel bersama keluarganya mencoba melupakan teror-teror yang pernah ada dan masih ia dapat. Ia meyakini dirinya tetap aman dalam pengawasan pihak berwajib dan mempercayakan semua pada kepolisian.

Ia menuntut janji Presiden Joko Widodo untuk mengungkap siapa pelaku penyiraman itu. "Saya hormati Presiden sebagai Bapak Negara, harapan ada di beliau bisa atau tidaknya (mengungkap pelaku)," ujar Novel.

Seharusnya dengan seluruh bukti yang ada, kepolisian sudah bisa menangkap pelakunya sejak lama. Namun, Novel enggan menyebut polisi tidak serius menangani kasus penyerangan ini.

Ia menuding ada pembiaran oleh aparat penegak hukum atas kasus penyiraman air keras ini. Ini bukan berarti perangkat-perangkat negara lemah.

Novel berharap dugaanya itu tidak benar dan tidak terjadi. Masyarakat memiliki harapan tinggi kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, agar pemberantasan korupsi berjalan lancar, berkelanjutan, dan kuat.

Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Syafruddin menolak anggapan kasus penyiraman Novel jalan di tempat. Ia menegaskan dalam kasus ini sudah ada progres. Tapi Wakapolri enggan membeberkan lebih lanjut progres yang dimaksud seperti apa.

"Anda selalu lihat Kapolda Metro Jaya bolak-balik KPK. Itu mau ngapain dia ke sana? Jalan-jalan? Pasti memberikan laporan atau informasi dengan pimpinan KPK," ujar Syafruddin, Ahad (17/6).

Polri, kata Wakapolri, tidak ingin berpersepsi dan tidak ingin intervensi. "Penyidik kembali ke penyidik. Kalau terlalu tinggi dibawa ke atas, ke Wakapolri atau Kapolri, nanti ada bias. Tidak boleh bias sekarang. Harus konsisten," tegas dia.

Pembentukan TGPF Kasus Novel
Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk TGPF sesegera mungkin. Tim tersebut dinilai diperlukan untuk mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement