REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan banyak wilayah habitat orang utan yang terokupasi dengan kebutuhan pembangunan. Terkait hal ini, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno mendorong dunia usaha untuk mengembangkan usaha berbasis pembangunan berkelanjutan.
"Jumlah kebutuhan ruang habitat orang utan hanya sedikit, yaitu hanya 2,57% (dari luasan kebun sawit), dan 24,18% (dari luasan bukan kebun sawit), sehingga perlu ada kewajiban dunia usaha untuk mempertimbangkan habitat orang utan, sebagai salah satu parameter keberhasilan pengembangan usaha, yang berbasis pembangunan berkelanjutan," kata Wiratno, melalui keterangan tertulis, Senin (11/6).
Saat ini, KLHK terus berupaya mensinergikan kepentingan konservasi dan kepentingan pembangunan ekonomi. Supaya hal tersebut terwujud, KLHK melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga seperti kelompok pemerhati orang utan, akademisi, hingga pemerintah daerah.
Hal ini sejalan dan tertuang dalam Strategi Rencana Aksi Konservasi Orangutan (SRAK) 2018 - 2028, yang segera disahkan sebagai acuan pembangunan regional di wilayah metapopulasi oang utan. Selain itu, diperkuat juga dengan penerbitan Instruksi Presiden RI Nomor 6 Tahun 2017 tanggal 17 Juli 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) orang utan tahun 2016 menunjukkan populasi orang utan Kalimantan hampir 80 persen tersebar di luar Kawasan Konservasi, diperkirakan terdapat 57.350 individu orang utan Kalimantan. Sampai Desember 2017, jumlah orang utan yang sudah dilepasliarkan maupun translokasi sebanyak 726 individu, sementara yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 1.059 individu.
Saat ini terdapat 10 Pusat Penyelamatan/Rehabilitasi Orangutan Kalimantan dan dua Pusat Penyelamatan/Rehabilitasi Orang utan Sumatera. Orang utan yang dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi umumnya adalah mereka yang berada dalam kondisi luka/lemah atau masih bayi yang kehilangan induknya.