REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TIMUR -- Calon wakil gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Sitti Rohmi Djalilah menyoroti nasib para asisten rumah tangga (ART) menjelang lebaran. Rohmi mengatakan, ART merupakan profesi mulia yang selama ini masih dipandang sebagai pekerjaan kelas bawah dan rentan dieksploitasi tenaganya serta rentan pula tidak dipenuhi hak-haknya.
Padahal hampir secara umum, para ART ini bekerja tak kenal batas waktu, dan menanggung segala beban kerja dan tetek bengek urusan rumah tangga. Mulai dari mengurusi kebersihan rumah dan halaman, menjaga anak-anak majikan, menyiapkan hidangan makan, hingga mencuci baju plus seterika.
"Biasanya, saat menjelang lebaran, para ART akan minta libur pulang kampung beberapa hari. Nah di situlah kita baru merasakan beratnya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka selama ini, menjadi tanggung jawab ART kita," ujar Rohmi di Lombok Timur, NTB, Senin (11/6).
Membicarakan nasib ART menjelang lebaran, Rohmi yang merupakan satu-satunya wakil perempuan dalam kontestasi Pilgub NTB mengajak semua pihak untuk memanusiakan ART.
Rohmi menyadari, permasalahan ART harus dilihat secara komprehensif, tidak dari satu sisi sudut pandang. Namun, ia mengimbau, agar masyarakat yang mempekerjakan PRT bisa memahami hak-hak para PRT itu sebagai pekerja.
"Imbauan-imbauan itu bisa dilakukan dengan cara-cara sosialisasi dan edukasi melalui kelompok-kelompok wanita atau majlis taklim. Sebab, umumnya yang bersentuhan langsung dengan urusan ART adalah para ibu rumah tangga," lanjut dia
Bukan hanya itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat yang bekerja sebagai PRT juga perlu dilakukan, terutama terkait hak-hak mereka juga sebagai pekerja.
Perhatian kakak kandung Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) ini terhadap nasib wong cilik, terutama dari kaum perempuan memang sangat tinggi.
Rohmi juga menganjurkan, dihentikannya pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) ke luar negeri. Ia juga selalu aktif menyuarakan pemberdayaan perempuan, antara lain dengan peningkatan kemampuan perempuan agar bisa produktif menciptakan kerja di negeri sendiri.
“Memberi gaji atau upah maupun jam kerja yang layak bagi pembantu rumah tangga, juga bagian untuk mencegah perempuan bekerja di luar negeri sebagai pekerja unskill," kata Rohmi.