REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Humas dan Media Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Putu Supadma Rudana, mengatakan Komandan Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono realistis menyampaikan kritiknya terkait tenaga kerja asing. Kritikan tersebut karena kondisi di lapangan sudah mengkhawatirkan.
Putu mengatakan sekarang ini, saatnya berpolitik mendengarkan suara rakyat, dan bukan untuk membagi-bagi kekuasaan. Karena itu, dia mengatakan, elite politik harus memperhatikan masalah aktual masyarakat Indonesia.
“Apa yang disampaikan AHY benar, janganlah kebutuhan bangsa Indonesia saat ini tertutup oleh pemberitaan pilpres 2019," kata Putu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (10/6).
Hal itu dikatakannya terkait kritikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentang Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia. Agus melihat banyaknya tenaga kerja asing atau TKA yang masuk ke Indonesia bekerja di Kendari.
Baca Juga: Hanif: Sejak 2007, Tenaga Kerja Tiongkok Sudah Mayoritas
Dalam orasinya, Putu menjelaskan, AHY mengaitkan keberadaan tenaga kerja asing itu dengan program revolusi mental Presiden Joko Widodo. AHY mempertanyakan eksistensi program tersebut yang semakin hari semakin meredup.
Menurut dia, AHY mempertanyakan revolusi mental yang gencar disuarakan pada Pemilu Presiden 2014, tetapi tidak berjalan baik seiring gencarnya pembangunan infrastruktur. Misalnya, AHY menyoroti ada ketidakadilan penghasilan antara tenaga lokal dan tenaga asing.
Dia mencontohkan sopir tenaga kerja asing digaji Rp15 juta sedangkan sopir lokal hanya menerima Rp 5 juta. "Di mana rasa keadilan itu? Kalau begini apanya yang direvolusi? Mendapatkan upah di negeri sendiri saja lebih rendah dari TKA," ujar Putu.
Karena itu, Demokrat ingin mengingatkan pemerintah jangan hanya memfokuskan pembangunan infrastruktur. Demokrat mengingatkan pemerintah untuk juga memperbanyak lapangan kerja.
Selain itu, Putu mengatakan, Demokrat melalui AHY mengapresiasi sekaligus mengkritik kebijakan pemerintah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) serta gaji ke-13 bagi para PNS, anggota TNI dan Polri yang masih aktif maupun telah pensiun. Demokrat berharap tambahan sementara tersebut dapat membantu, meningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga.
Namun, dia mengatakan, pemerintah juga harus memahami bahwa kebutuhan pokok masyarakat harus dipenuhi setiap hari. Pemenuhan kebutuhan bukan hanya saat Ramadhan dengan memberikan THR.
"Bagaimana masyarakat yang tidak mendapatkan THR? Mereka pasti terkena dampak kenaikan harga bahan-bahan pokok yang biasanya terjadi. Ini miris sekali," katanya.
Putu yang juga wakil sekjen Partai Demokrat itu mengatakan hampir 40 persen populasi Indonesia berada di garis kemiskinan. Menurut dia, mereka umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak bisa mengharapkan THR sehingga perlu perhatian dan bantuan langsung dari pemerintah.
Dia pun menyebutkan bantuan langsung tersebut seperti bantuan langsung sementara saat pemerintahan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dia mengatakan Partai Demokrat saat ini hadir dengan menggelar pasar murah di berbagai di seluruh Indonesia.
Pasar murah ini diselenggarakan setiap tanggal 14 setiap bulannya di tiap provinsi oleh masing-masing DPD. Demokrat berharap ini menunjukkan partai berlambang bintang mercy ini bakal terus menjadi solusi bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi.
Sebelumnya, Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Yudhoyono mengkritik Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia. Dia melihat banyaknya tenaga kerja asing atau TKA yang masuk ke Indonesia bekerja di Kendari.
"Baru-baru ini saya pulang dari Kendari, Sulawesi Tenggara dan saya melihat sendiri betapa banyak TKA bekerja di sana," kata Agus dalam orasi politiknya yang berjudul "Dengarkan Suara Rakyat" di Jakarta Convention Center, Sabtu (9/6).
Dalam Orasinya AHY menyoroti sejumlah isu antara lain Daya beli menurun, lapangan pekerjaan, tenaga kerja asing, terorisme hingga revolusi mental.