Sabtu 09 Jun 2018 07:35 WIB

KPU: Draft PKPU Pencalonan Caleg Sudah Sah

Nanti PKPU yang mengatur larangan nyaleg bagi koruptor itu akan berlaku pada saatnya

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Budi Raharjo
Komisioner KPU Hasyim Azhari penuhi panggilan Polda Metro Jaya pada Kamis (31/5), untuk dimintai keterangan atas kasus laporan Sekjen PKPI.
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Komisioner KPU Hasyim Azhari penuhi panggilan Polda Metro Jaya pada Kamis (31/5), untuk dimintai keterangan atas kasus laporan Sekjen PKPI.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, meminta partai politik (parpol) tidak khawatir dengan belum diundangkannya draf PKPU Pencalonan Caleg. Menurut Hasyim, sejak ditandangani oleh Ketua KPU, draf PKPU tersebut sudah sah.

"Prinsipnya PKPU sah setelah ditandatangani oleh Ketua KPU. Jadi parpol tidak usah khawatir. Nanti (PKPU) itu akan berlaku pada saatnya," ujar Hasyim kepada Republika di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (8/6).

Hasyim pun menegaskan jika KPU optimistis draf PKPU akan diundangkan menjadi PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Sehingga, pada 4 Juli nanti sudah ada landasan hukum bagi parpol untuk mencalonkan caleg masing-masing. "Daftar caleg untuk semua tingkatan itu diserahkan mulai 4 Juli, baik untuk DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota," tegas Hasyim.

Sebelumnya,Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyatakan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM) seharusnya tidak menunda pengundangan draf PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan bagi mantan narapidana korupsi. Partai politik (parpol) memerlukan kepastian hukum terkait aturan dan syarat pencalonan caleg tersebut.

"Mestinya tidak ditunda-tunda karena para caleg dan juga parpol memerlukan kepastian hukum soal ini. Semakin lama maka semakin merugikan caleg maupun parpol peserta pemilu," ujar Titi ketika dikonfirmasi Republika, Jumat.

Dia mengungkapkan, saat ini para bakal caleg dan parpol mulai khawatir dengan kondisi belum ditetapkannya aturan pencalonan caleg ini. "Dalam interaksi saya, sudah mulai muncul kegelisahan dari (bakal ) caleg dan aktivis parpol," lanjutnya.

Karena itu, draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebaiknya harus cepat diundangkan. Titi mengingkatkan tahapan pendaftaran caleg sudah sangat dekat. "Pada 4 Juli nanti, parpol harus sudah menyerahkan daftar bakal caleg," ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan jika Kemenkum-HAM tidak berhak menolak untuk mengundangkan draf PKPU. Argumen Kemenkum-HAM terkait berlakunya Permenkum-HAM Nomor 31 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaga Negara Republik Indonesia, menurutnya kurang tepat.

"Sebab, pasal-pasal dalam aturan itu hanya bersifat administratif. Tidak ada satupun pasal yang menyebutkan secara eksplisit jika Kemenkum-HAM boleh menolak untuk mengundangkan setelah klarisifikasi (terhadap draf PKPU) dilakukan," tegasnya.

Draf PKPU pencalonan caleg itu saat ini sudah diserahkan kepada Kemenkum-HAM. Namun, pengundangan draf itu belum bisa dipastikan.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum-HAM, Widodo Ekatjahjana, mengatakan proses terhadap draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sedang berlangsung. Hingga saat ini, proses itu belum selesai. "Berproses dulu, nanti jika telah selesai, akan kami sampaikan," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat.

Belum dipastikannya pengundangan bagi draf PKPU ini diduga karena ada salah satu aturan yang bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Aturan tersebut yakni larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg.

Sebagaimana diketahui,larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h) draf PKPUPencalonan Anggota DPR,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkum-HAM. Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement