Jumat 08 Jun 2018 10:55 WIB

Penemuan Benda Purbakala di Lombok Peninggalan Dinasti Tang

Banyak masyarakat tidak mengetahui benda tersebut merupakan benda bersejarah

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Budi Raharjo
Keramik peninggalan zaman kerajaan Cina. (ilustrasi)
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Keramik peninggalan zaman kerajaan Cina. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Benda-benda bersejarah ditemukan di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak, dan Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Ketua Balai Arkeologi Bali yang membawahi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT), I Gusti Made Suarbhawa mengatakan, benda-benda itu merupakan sisa-sisa budaya yang terkait dengan peristiwa letusan Gunung Api Samalas pada 1257.

"Penemuan ini menggambarkan adanya peradaban cukup maju, antara lain ada beberapa peralatan-peralatan rumah tangga seperti keramik dari Dinasti Tang abad ke-10," ujar Suarbhawa kepada Republika di Mataram, NTB, Kamis (7/6) malam.

Suarbhawa menjelaskan, penemuan benda bersejarah seperti keramik, logam, hingga emas tersebut memberi indikasi bahwa saat itu peradaban masyarakat Lombok sudah cukup maju. "Ini menunjukan masyarakat sudah ada hubungan dan komunikasi dengan dunia luar karena keramik yang ditemukan itu berasal dari Dinasti Tang di Cina," kata dia.

Menurutnya, terdapat korelasi penting yang perlu dikaji lebih lanjut dari penemuan ini untuk menggambarkan peradaban Lombok dari masa ke masa. Ia menyebutkan, kondisi benda-benda bersejarah yang ditemukan ada yang masih utuh, namun sebagian besar sudah rusak. "Yang masih utuh itu keramik dari Dinasti Tang," ucapnya.

Benda-benda tersebut, lanjutnya, disimpan masyarakat sekitar. Balai Arkeologi Bali, kata dia, tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil benda bersejarah tersebut. Pihaknya hanya sebatas melakukan penelitian dan mendokumentasikan. Menariknya, banyak masyarakat tidak mengetahui benda tersebut merupakan benda bersejarah.

"Sebelumnya tidak tahu, setelah penjelasan kita (baru tahu). Sebelum tahu, lebih banyak larinya ke masalah mistik, kepercayaan, jimat," ungkap dia.

Yang terpenting, ia katakan, masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga benda-benda tersebut dengan tidak memperjualbelikan. "Yang perlu dicegah, jangan sampai lari ke luar (negeri), itu yang kita khawatirkan, masa kita belajar budaya Lombok dari luar (negeri)," kata Suarbhawa menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement