Rabu 06 Jun 2018 14:30 WIB

Trimedya: PKPU Caleg Eks Koruptor Sah Jika Diteken Menkumham

Trimedya mengatakan, KPU jangan sampai mengeluarkan aturan demi popularitas.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sah berlaku setelah resmi diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly. Menurut Trimedya, ketentuan aturan dapat langsung berlaku, meski tidak ditandatangani, hanya untuk setingkat undang-undang. 

Trimedya mengutarakan hal itu menyusul anggapan bahwa PKPU sudah sah sejak ditandatangani KPU, sementara Kemenkuham hanya bertugas untuk mengundangkan secara administrasi. “Harus teken,” kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6).

Trimedya mengatakan, undang-undang bisa berlaku tanpa tanda tangan pemerintah karena aturan tersebut merupakan produk legislasi. Dengan demikian, pengesahannya hanya membutuhkan proses di DPR. 

“Dulu, filosofinya agar tidak disandera presiden,” kata dia.

Namun, dia menerangkan, filosofi serupa tidak diterapkan untuk aturan di bawah undang-undang. “Diteken harus. Kalau secara aturan tanpa tandatangan Pak Laoly enggak bisa berlaku," ujar Trimedya. 

Baca Juga: KPU dan Pemerintah Diminta Selesaikan PKPU

Terkait PKPU yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk pileg 2019, Trimedya menyarankan, KPU tidak melampaui kewenangan dalam UU. Menurut dia, Undang-Undang Pemilu tidak memuat ketentuan soal larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri dalam pileg 2019.

Namun, ia menerangkan, KPU justru mengatur hal yang jelas-jelas secara hukum bertentangan dengan undang-undang dan melanggar hak asasi manusia. "Saya enggak tahu di KPU ini siapa yang berlatar belakang hukum,” kata dia.

Ia pun mengingatkan KPU jangan mengeluarkan aturan ini hanya untuk mencari popularitas. “Karena ini kan seksi. Kalau menyangkut legislatif, kepala daerah, kan masyarakat suka, wartawan suka," kata Trimedya.

Menurut dia, ada cara lain jika KPU ingin memberi efek jera kepada mantan narapidana korupsi yang hendak maju caleg. Cara tersebut adalah memberi pengumuman bahwa yang bersangkutan pernah menjadi terpidana korupsi. 

"Jika ini untuk kepentingan masyarakat yang lain, terganggu kepentingan karena pemilih, itu dikampanyekan saja. Bila perlu diumumkan saja oleh KPUD, baik di kabupaten maupun provinsi sama KPU siapa yang berlatar belakang narapidana korupsi itu," ujar politikus PDIP tersebut.

Lagi pula, ia meyakini, setiap partai politik bakal berhati-hati dan selektif dalam memajukan calon anggota legislatif di pileg 2019. Sebab, pelaksanaan pileg dan pilpres 2019 yang bersamaan membuat parpol harus betul-betul menghitung kemenangan.

Ia mengatakan tidak akan ada parpol yang berani mencalonkan caleg yang masih belajar. Parpol diprediksikan akan mencalonkan kader kawakan, memiliki basis massa yang jelas, dan memahami medan pertarungan pada pileg. 

“Kalau enggak, berat. Karena, selain mempromosikan diri, kami juga promosikan calon presiden," kata Trimedya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement