Rabu 06 Jun 2018 12:46 WIB

PDIP Tegaskan Pecat Bupati Purbalingga Terjaring OTT KPK

PDIP juga memastikan tidak akan memberi bantuan hukum kepada Tasdi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Bupati Purbalingga Tasdi (tengah), membuat tanda jari 'metal' saat akan dibawa ke Jakarta oleh petugas KPK, di Stasiun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Senin (4/6).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Bupati Purbalingga Tasdi (tengah), membuat tanda jari 'metal' saat akan dibawa ke Jakarta oleh petugas KPK, di Stasiun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Senin (4/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP memastikan telah memecat Bupati Purbalingga Tasdi sebagai kader seketika ia ditetapkan sebagai tersangka pascaoperasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PDIP juga memastikan tidak akan memberi bantuan hukum kepada Tasdi.

"Pertama pemecatan seketika, kedua seperti biasa yang OTT, nggak ada bantuan hukum ke yang bersangkutan," ujar Ketua DPP Bidang Hukum PDIP Trimedya Panjaitan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6).

Menurut Trimedya, partainya tegas tidak akan mentolerir kadernya yang kedapatan korupsi, apalagi terkena operasi tangkap tangan KPK. Sebab menurut Trimedya, setiap OTT KPK telah memiliki minimal dua alat bukti yang cukup untuk setiap pihak yang dijerat KPK.

"Karena kita percaya kalau OTT itu kan KPK udah cukup dua alat bukti yang dimiliki. Kedua juga selama ini tidak ada yang lolos dari OTT," kata Trimedya.

Anggota Komisi III DPR itu mengatakan, jika pun ada tersangka yang mengajukan praperadilan pun, nantinya KPK kembali menetapkan tersangka kepada yang bersangkutan jika gugatannya menang.

"Sehingga itu ketua umum berpikiran dua tahun terakhir ini dua hal itu yang kita mintakan. satu, pemecatan seketika, dua, saya sebagai ketua bidang hukum diminta tdk memberi bantuan hukum kepada para kader di seluruh Indonesia baik legislatif maupun eksekutif," kata Trimedya.

Terkait masih adanya kader yang terjerat korupsi, Trimedya mengungkapkan partainya tidak kurang untuk mengingatkan kadernya baik di legislatif maupun eksekutif untuk menjauhi korupsi. Namun hal ini ternyata tidak diindahkan oleh beberapa oknum kader.

"Kita terus menerus dan mengingatkan termasuk ketua umum. Tapi itu yang kita katakan itu. Walaupun persentasenya tidak didominasi oleh PDIP," katanya.

Ia juga kembali menyinggung sistem demokrasi yang membuat biaya pilkada menjadi sangat tinggi. Sehingga memaksa pihak mengeluarkan ongkos politik besar dan berakibat pada korupsi saat ia telah menjabat.

"Kalau ongkos politiknya terlalu tinggi seorang menjadi bupati gubernur, darimana lagi dia mencari ininya. orang tentu menghabiskan puluhan ratusan miliar untuk itu," ujarnya.

Tasdi telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Purbalingga Tahun Anggaran 2017-2018. KPK juga telah menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Purbalingga Hadi Iswanto serta tiga orang dari unsur swasta masing-masing Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan.

Tasdi diduga menerima hadiah atau fee Rp 100 juta dari pemenang proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II tahun 2018 senilai sekitar Rp 22 miliar. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek, yaitu sebesar Rp 500 juta.

Proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center merupakan proyek tahun jamak (multiyears) yang dikerjakan selama tiga tahun dari 2017-2019 dengan total senilai Rp 77 miliar. Terdiri atas Tahun Anggaran 2017 senilai sekitar Rp 12 miliar, Tahun Anggaran 2018 senilai sekitar Rp 22 miliar, dan Tahun Anggaran 2019 senilai sekitar Rp 43 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement