Senin 04 Jun 2018 13:26 WIB

Nasib KPK Jika RUU KUHP Disahkan

ICW menilai penolakan KPK terhadap RUU KUHP masuk akal.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
KPK
KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tegas menolak Pasal 1 angka 1 rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP). Penolakan tersebut mendapatkan dukungan dari sejumlah aktivis dan LSM antikorupsi.

Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan bahwa penolakan KPK terhadap pasal tersebut masuk akal. Sebab, penolakan tersebut semata-mata untuk menyelamatkan rumahnya yang selama ini sebagai lembaga antirasuah.

"Penolakan KPK masuk akal ya karena bagaimanapun kalau tindak pidana korupsi masuk RKUHP, dia jadi kehilangan kekhususannya," ujar Easter saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/6).

Easter memaparkan, jika RKUHP ngotot disahkan, KPK akan kehilangan kewenangan khususnya dalam memburu para koruptor. Alasannya, KPK yang selama ini khusus menangani tindak pidana korupsi akan disamakan dengan tindak pencurian, perampokan, dan penganiayaan.

"Jadi, kayak pidana umum. Itulah kenapa kami dan KPK mendorong agar tidak mencampur pidana khusus ke dalam KUHP," katanya menerangkan.

Sebenarnya Easter menambahkan, bukan soal kewenangan yang menjadi inti penolakan, melainkan UUD Tipikor yang selama ini menjadi pegangan KPK akan tidak lagi memiliki fungsi khusus. Misalnya, perihal KPK yang selama ini menambahkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada para koruptor, saat menggunakan RKUHP maka hal tersebut tidak akan berlaku lagi.

Atau soal denda yang juga harus ditanggung kepada mereka yang mendukung atau terlibat dengan pelaku atau melakukan pemufakatan juga akan dikenakan sanksi hingga 50 juta. Namun, dengan dimasukkan dalam KUHP, denda menjadi berkurang.

"Pidana denda yang di RKUHP menjadi rendah, rata-rata Rp 10 juta, kalau di (UU) Tipikor kan Rp 50 juta. Itu kan sifat kekhususannya hilang," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M  Syarif menyebut terdapat sejumlah persoalan yang dianggap berisiko bagi KPK ataupun pemberantasan korupsi ke depan jika tindak pidana korupsi masuk ke dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Pertama, tentang kewenangan kelembagaan KPK karena Undang-Undang KPK menentukan bahwa mandat KPK itu adalah memberantas korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.

"Itu tegas. Jadi, kalau nanti masuk di dalam KUHP Pasal 1 Angka 1 itu, Undang-Undang KPK apakah masih berlaku atau tidak? Apakah bisa KPK menyelidik, menyidik, dan menuntut kasus-kasus korupsi karena itu bukan Undang-Undang Tipikor lagi, tetapi undang-undang dalam KUHP," kata Syarif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement