Jumat 01 Jun 2018 06:58 WIB

Bawaslu: Kami Kecewa KPU tak Konsisten Soal Pelanggaran PSI

Keterangan yang berbeda itu membuat Bareskrim Polri menghentikan penyidikan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Ketua Bawaslu, Abhan, dalam konferensi pers hasil penanganan dugaan pelanggaran kampanye oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kamis (17/5). Abhan mengungkapkan dua petinggi PSI terancam pidana penjara.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Ketua Bawaslu, Abhan, dalam konferensi pers hasil penanganan dugaan pelanggaran kampanye oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kamis (17/5). Abhan mengungkapkan dua petinggi PSI terancam pidana penjara.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan merasa kecewa karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikap tidak konsisten dalam memberi keterangan terkait dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Keterangan yang berbeda itu membuat Bareskrim Polri menghentikan penyidikan kasus dugaan pelanggaran kampanye tersebut.

"Sebagai sesama penyelenggara pemilu, kami kecewa dengan KPU yang memberikan keterangan tidak konsisten antara yang diberikan kepada Bawaslu dan kepada kepolisian," ujar Ratna kepada wartawan di Gedung Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (31/5).

Keterangan itu merujuk kepada pernyataan yang disampaikan oleh salah satu Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Ratna mengungkapkan ada perbedaan antara pernyataan yang diberikan kepada Bawaslu dengan keterangan yang disampaikan Wahyu kepada penyidik kepolisian.

"Tidak mungkin kepolisian berani menghentikan kasus ini jika ada keterangan yang sama dengan pernyataan kepada kami saat memproses kasus ini di Bawaslu. Dalam gelar perkara tahap ketiga (pemeriksaan di Bareskrim Polri) memang kami melihat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) bahwa keterangan yang disampaikan KPU berubah," jelas Ratna.

Menurut Ratna, pernyataan KPU pada saat pemeriksaan di Bareskrim Polri inilah yang dijadikan dasar untuk menghentikan kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh PSI. "Karena KPU yang melaksanakan tahapan kampanye itu," tuturnya.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI tidak bisa diusut kembali. Kasus ini sudah resmi dihentikan oleh kepolisian sehingga tidak bisa dilanjutkan ke tahap penuntutan.

"Kasus PSI ini tidak bisa diusut lagi. Sudah berhenti sampai pada tahap penyidikan," ujar Ratna.

Pemberhentian itu dinyatakan dengan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh Bareskrim Mabes Polri tertanggal 31 Mei. "Karena sudah ada perintah pemberhentian itu, kasus ini sudah tidak bisa lagi dilanjutkan ke tahap penuntutan (ke kejaksaan)," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu, Abhan, mengungkapkan jika penghentian kasus PSI resmi ditetapkan pada Kamis. Penghentian disampaikan melalui surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan dari Bareskrim Polri yang dilanjutkan dengan penerbitan SP3 pada hari yang sama.

"Dengan adanya surat tersebut, kasus dugaan pelanggaran ini resmi dihentikan oleh penyidik," ujar Abhan dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis petang.

Dia melanjutkan, hal ini disebabkan perbedaan keterangan dari Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tentang dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Menurut Abhan, pihak kepolisian dalam hal ini Bareskrim Polri telah melakukan penyidikan atas dugaan pelanggaran kampanye oleh PSI. Dalam masa penyidikan selama 14 hari tersebut sudah dipanggil sejumlah pihak, yakni Ketua Bawaslu, Abhan, penemu iklan, Mochamad Afifuddin, pihak PSI, ahli pidana, ahli bahasa dan KPU.

"Dari hasil penyidikan Bareskrim Polri, yang juga sudah didapatkan dalam pembahasan ketiga Sentra Gakkumdu pada Rabu (30/5), dinyatakan bahwa dugaan pelanggaran kampanye PSI tidak diteruskan ke proses penuntutan," tutur Abhan.

Dia melanjutkan, pihak kepolisian mempertimbangkan adanya perbedaan keterangan yang disampaikan oleh Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Keterangan yang dimaksud disampaikan oleh Wahyu pada saat proses penanganan pelanggaran di Bawaslu pada 16 Mei lalu, berbeda dengan keterangan yang disampaikan saat penyidikan di Bareskrim Polri.

Abhan mengungkapkan, pada 16 Mei Wahyu mengatakan bahwa iklan PSI di Harian Jawa Pos mengandung unsur kampanye lantaran memuat citra diri partai berupa lambang dan nomor urut.

Wahyu juga menyebut iklan yang tayang pada 23 April itu tergolong kampanye di luar jadwal. Sebab, parpol baru boleh berkampanye di media massa mulai 24 Maret 2019 mendatang. Ketentuan ini merujuk Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2019.

Keterangan ini, berbeda dengan yang disampaikan oleh Wahyu saat pemeriksaan di Bareskrim Polri. Wahyu menyebut KPU belum menetapkan jadwal kampanye dan peraturan teknis (PKPU) kampanye untuk Pemilu 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement