Rabu 30 May 2018 21:51 WIB

Korban Desak DPR Bentuk Pansus untuk Kasus First Travel

Korban mendesak dibentuk pansus agar kasus first travel diusut hingga tuntas.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa  kasus penipuan agen perjalanan umrah First Travel  Andika Surachman(kiri) dan Anniesa Hasibuan (kanan) menjalani persidangan vonis  di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Selasa (30/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus penipuan agen perjalanan umrah First Travel Andika Surachman(kiri) dan Anniesa Hasibuan (kanan) menjalani persidangan vonis di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Selasa (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum korban First Travel Luthfi Yazid mengatakan, pihak penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) kurang transparan dalam menyampaikan aset First Travel. Pengurus Pengelolaan Aset Korban First Travel (PPAKFT), yang diisi para korban, pernah meminta data aset yang di sita tapi tak diberikan secara detail.

"Maka PPAKFT meminta perlindungan hukum kepada Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dan Kejaksaan Agung RI (Kajagung), serta mendesak untuk dibuatnya Pansus First Travel di DPR RI agar kasus ini dibongkar sampai ke akar-akarnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/5).

Luthfi menuturkan, PPAKFT menyampaikan keberatan ditunjuk oleh JPU untuk menerima aset First Travel. Keberatan tersebut disampaikan dalam persidangan setelah diminta oleh Majelis Hakim untuk menyampaikan keberatannya. Alasannya diantaranya adalah, tidak ada transparansi soal aset-aset biro jasa umroh itu.

PPAKFT, papar Luthfi, telah meminta secara tertulis daftar atau data barang sitaan kepada penyidik Bareskrim terkait aset yang disita. Namun korban penipuan First Travel hanya dijanji-janjikan dan mereka terpaksa bolak-balik ke Bareskrim dengan tangan kosong.

Luthfi menyampaikan, ketika PPAKFT meminta penjelasan kepada JPU ihwal aset kantor First Travel di Radar Auri Depok maupun rumah Andika Surachman di Sentul Bogor, JPU menjelaskan bahwa aset-aset tersebut adalah milik orang lain.

"Ini adalah pernyataan sepihak, yang mestinya diklarifikasi dalam persidangan. Sebab itu, jika terjadi pengalihan atas aset First Travel selama perkara ini dalam proses litigasi maka itu namanya pengalihan illegal dan sepihak," ungkapnya.

JPU sebagai eksekutor negara, lanjut Luthfi, mestinya juga tidak lepas tangan dengan hanya menyerahkan aset First Travel kepada PPAKFT. Karena, PPAKFT berpeluang untuk digugat dan dituntut. Apalagi aset yang tercantum dalam surat tuntutan JPU, menurut perhitungan PPAKFT, hanya sekitar Rp 20 sampai 25 miliar.

"Maka jika dibagi kepada sekitar 63 ribu jamaah, berarti setiap jamaah hanya dapat Rp 200-an ribu. Padahal uang jamaah yang masuk ke perusahaan First Travel diperkirakan hampir mencapai Rp 1 triliun," katanya.

Karena itulah, menurut Luthfi, kasus First Travel adalah kasus umat dan membutuhkan pengawalan serius dan perlindungan yang maksimal dari pemerintah dalam hal ini Kemenag. Hal ini sangat penting sebab kasus ini hanyalah fenomena "gunung es" yang tidak mustahil akan terjadi kasus-kasus serupa yang merugikan umat yang skalanya lebih besar lagi.

Majelis hakim telah menjatuhi hukuman kepada terdakwa Andika Surachman dengan penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar. Sementara istrinya, Annisa Desvitasari Hasibuan, dihukum penjara 18 tahun dan denda Rp 10 miliar. Kiki Hasibuan, dijatuhi pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.

Ketiga terpidana tersebut terbukti melakukan pelanggaran Pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Andika menyatakan akan melakukan banding atas putusan dari majelis hakim. "Kami pasti akan melakukan banding atas putusan hakim," ujar Andika. Sementara itu, Kiki Hasibuan juga mengatakan akan mempertimbangkan putusan hakim. "Kami akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan hakim," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement