Kamis 24 May 2018 21:34 WIB

Ketua DPR: Kenaikan THR Jangan Dijadikan Komoditas Politik

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai kebijakan pemerintah menaikan THR sudah tepat.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Bambang Soesatyo menilai kebijakan pemerintah menaikkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 PNS, TNI, dan Polri, dan diberikan kepada para pensiunan sudah tepat. Oleh karena itu, ia meminta agar masyarakat tidak memandang kebijakan tersebut sebagai bagian dari politik praktis.

Mengingat kebijakan ini dikeluarkan tengah-tengah tekanan fiskal juga berdekatan dengan agenda politik pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Bamsoet meminta agar kebijakan pemberian THR dan gaji ke 13 jangan dijadikan sebagai komoditas politik. "Kebijakan ini sudah tepat. Kami melihatnya sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap rakyatnya," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/5).

Selain itu, menurut Politikus Partai Golkar ini, tidak ada yang salah dari kebijakan tersebut. Bahkan kebijakan yang sempat menuai polemik ini sebagai langkah untuk mengapresiasi kinerja PNS termasuk para pensiunan PNS. Sehingga mereka dapat menyambut hari raya Idul Fitri dengan gembira.

Dengan THR itu, kata Bamsoet, dapat membantu atau meringankan beban mereka untuk memenuhi kebutuhan menjelang hari raya. Kendati demikian, Bamsoet meminta agar DPR RI memantau kinerja Aparataur Sipil Negera tetap bekerja dengan baik melayani rakyat melalui Komisi II DPR RI. Apalagi tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan untuk itu.

"Saya berharap agar seluruh ASN untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam pelayanan terhadap masyarakat," katanya.

Baca juga: PKS: Katanya Hemat Tapi Anggaran THR dan Gaji ke-13 PNS Naik

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik keputusan pemerintah terkait kenaikan THR dan gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil (PNS), prajurit TNI, anggota Polri, dan pensiunan. Kritikan mengarah kepada nominal anggaran yang melambung 68,9 persen menjadi Rp 35,76 triliun pada tahun ini.

"Kenaikan ini menurut saya ya mungkin saja ada maksud-maksud (tertentu)," ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Sebab, menurut dia, 2018 merupakan tahun politik karena ada pemilihan kepala daerah serentak ataupun pendaftaran calon presiden dan wakil presiden 2019-2024. Presiden Joko Widodo merupakan salah satu kandidat kuat calon presiden dalam pemilihan mendatang.

"Saya kira pemerintah-pemerintah yang lalu juga melakukan hal yang sama," kata Fadli. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya itu mengaku tidak mengetahui latar belakang di balik langkah Presiden.

Menurut Fadli, harus ada latar belakang yang jelas sehingga tidak menimbulkan pertanyaan. Lebih lanjut, Fadli menyebut kenaikan THR dan gaji ke-13 lebih baik dialokasikan kepada tenaga honorer.

"Mereka sudah banyak yang mengabdi. Harusnya bisa paling tidak secara bertahap menyelesaikan persoalan honorer ini menjadi pegawai negeri. Ada kejelasan status atau malah mereka yang diberikan THR, kira-kira begitulah," ujarnya.

Baca juga: Kenaikan THR, Politikus Nasdem: Untuk Rakyat Kok Diributkan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut anggaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, Polri, dan pensiunan mencapai Rp35,76 triliun. Anggaran tersebut naik 68,9 persen dibanding tahun lalu.

Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan bahwa kenaikan anggaran terutama disebabkan pemberian gaji ke-13 bagi pensiunan. Menurutnya hal ini berbeda dengan PNS yang menerima THR dan gaji ke-13, pensiunan di tahun lalu hanya menerima THR. Untuk anggaran untuk THR PNS, TNI, dan Polri pada tahun ini mencapai Rp 11,03 triliun yang terdiri dari anggaran gaji sebesar Rp 5,24 triliun dan tunjangan kinerja Rp 5,79 triliun. Sementara untuk anggaran THR pensiunan sebesar Rp 6,85 triliun.

Selanjutnya, pembayaran akan dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan. Satuan kerja bakal mengajukan ke kantor perbendahaaan negara mulai akhir Mei dan pembayaran dilakukan awal Juni. "Untuk gaji yang ke-13 direncanakan pengajuan permintaan pembayarannya oleh satuan kerja kepada KPPN dilakukan pada bulan Juni, akhir bulan Juni dan berakhir atau dibayarkan pada awal bulan Juli," jelas Sri Mulyani, dikutip dari laman resmi Kemenkeu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement