Kamis 24 May 2018 13:16 WIB

Pemerintah Harap Definisi Terorisme tak Diputus Lewat Voting

Dua rumusan alternatif definisi terorisme telah disepakati.

Rep: Fauziah Mursid, Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Enny  Nurbaningsih (kanan) memberikan paparan saat Rapat Pansus RUU Terorisme di Jakarta, Rabu (23/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Enny Nurbaningsih (kanan) memberikan paparan saat Rapat Pansus RUU Terorisme di Jakarta, Rabu (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Panja Pemerintah Enny Nurbaningsih berharap pengambilan keputusan definisi terorisme dalam Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM, Kamis (24/5) hari ini tidak melalui voting. Menurut Enny, pihaknya akan mengupayakan pengambilan keputusan poin definisi terorisme berdasarkan musyawarah mufakat.

"Kami sudah berusaha sedemikian rupa karena kita mengedepankan musyawarah mufakat dan juga yang diutamakan musyawarah mufakat. Jangan sampai ada voting di situ," ujar Enny di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Enny mengatakan, ada dua rumusan alternatif terkait definisi terorisme yang akan diputuskan dalam raker hari ini. Dua rumusan alternatif definisi tersebut merupakan hasil pembahasan dari Rapat Panja Tim Perumus dengan Pemerintah, Rabu (23/5) kemarin.

"Ada dua alternatif. Dua alternatif itu yang akan diputuskan dalam raker. Jadi raker yang akan memutuskan tentang hal itu," ujar Enny.

Adapun, rumusan alternatif definisi  pertama, terorisme tanpa menyertakan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan sebagaimana diinginkan Pemerintah sejak awal. Sehingga, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Sementara rumusan alternatif dua, seperti halnya definisi terorisme alternatif satu, hanya ditambahkan frasa motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan. Dalam perkembangan rapat tujuh fraksi mendukung definisi terorisme alternatif dua yang menyertakan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan dalam definisi terorisme. Ketujuh fraksi itu yakni Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, PPP, Hanura, Nasdem.

Dua fraksi yakni PDIP dan PKB yang mendukung rumusan alternatif definisi terorisme satu yang dikehendaki pemerintah sejak awal. Sementara, satu fraksi Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya dua opsi kepada pemerintah.

Politikus PDI Perjuangan sekaligus anggota Pansus RUU Terorisme, Risa Mariska, menyatakan, alasan pihanya menolak penambahan frasa motif karena dalam beberapa kasus terorisme bukan hanya karena adanya motif politik. "Kami cenderung ke alternatif pertama. Kejahatan terorisme itu tidak hanya berdasarkan motif ideologi politik saja. Bahkan, saya kira ada motif ekonomi, juga yang menyebabkan tindak pidana terorisme itu terjadi," kata Risa.

Selain itu, Risa juga menjelaskan bahwa penolakan terhadap masuknya frasa motif bukan karena PDI Perjuangan keberatan adanya pelibatan TNI dalam penanganan kasus teror. Sebab, Risa menegaskan bahwa pelibatan TNI itu sudah clear dan tidak ada masalah.

Bahwa, pelibatan TNI tanpa diatur dalam Undang-Undang Terorisme itu turut terlibat. "Jadi, tinggal menggunakan Undang-Undang TNI saja sebagai payung hukumnya," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement