REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tujuh fraksi mendukung rumusan alternatif definisi terorisme kedua yang menyertakan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan dalam definisi terorisme. Dua fraksi yakni PDIP dan PKB yang mendukung rumusan alternatif definisi terorisme kesatu yang dikehendaki pemerintah sejak awal yakni definisi terorisme tanpa menyertakan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan.
Golkar menjadi satu-satunya fraksi yang menyerahkan sepenuhnya dua opsi kepada pemerintah. Pilihan fraksi ini terungkap saat rapat Panja Tim Perumus Revisi UU Antiterorisme dengan Pemerintah yang digelar Rabu (23/5).
Sejak awal, sikap pemerintah bahwa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan tidak masuk definisi terorisme. Namun dalam perkembangannya, pemerintah pun mengakomodasi motif tersebut dengan catatan adanya dua rumusan alternatif definisi terorisme yang akan dibahas lebih lanjut dalam Rapat Kerja Pansus Terorisme dengan Menteri Hukum dan HAM, Kamis (24/5) esok.
Rumusan alternatif kesatu yakni, definisi terorisme tanpa menyertakan motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan. Sehingga terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Sementara rumusan alternatif kedua, seperti halnya rumsan alternatif kesatu, hanya ditambahkan frasa motif ideologi, atau politik atau gangguan keamanan. Fraksi PPP, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKS sejak awal pemerintah membuka rumusan alternatif kedua, langsung sepakat mendukung definisi tersebut.
Menurut Nasdem, Hanura, dan PKS, pada rumusan alternatif kedua tersebut membuang kata 'negara' dalam kalimat 'gangguan keamanan negara'. "Kami cenderung dengan keamanan bersifat umum. Supaya beda dengan pidana umum. Misalnya untuk negara, bangsa dan tumpah darah indonesia. Cukup keamanan saja," ujar Anggota Pansus Revisi UU Antiterorisme dari Fraksi PKS TB Soenmandjadja.
Hal sama diungkapkan oleh Anggota Pansus Revisi UU Antiterorisme dari Fraksi Hanura Dossy Iskandar yang mendukung alternatif dua dengan catatan kata negara dihilangkan. "Sehingga penghentian negara itu jadi jamak. Jadi mestinya keamanan, sehingga menyangkut perintah negara. Hanura setuju," kata Dossy.
Partai Gerindra, PAN, dan Demokrat juga akhirnya mendukung definisi terorisme alternatif dua yang menyertakan motif ideologi politik dan gangguan keamanan. Meskipun ketiga partai tersebut awalnya bersikukuh agar frasa 'negara tidak dihilangkan dalam gangguan keamanan negara.
Wakil Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme dari Fraksi PAN Hanafi Rais pun tidak akan mempersoalkan jika kata negara dihilangkan. "Jadi kalau pun berhenti keamanan tanpa negara. Bahwa ini tidak dimakna sempit. Kami tidak masalah," ujar Hanafi.
Pernyataan Hanafi tersebut pun sebagai kesimpulan dari sikap PAN yang sebelumnya tidak setuju kata negara dihilangkan dalam gangguan keamanan. Sebab, anggota Pansus dari Fraksi PAN Muslim Ayub menilai dihilangkan kata negara membuat gangguan keamanan lebih bersifat umum.
"Gangguan keamanan harus ada negara. Kalau keamanan saja bisa nyasar ke siapa saja karena keamanan saja umum itu. Padahal kan sudah sepakat melibatkan TNI jadi kata negara masuk," ungkap Muslim.
Sementara, Fraksi Golkar yang diwakili anggota Pansus, Bobby Adityo Rizaldi mengatakan Fraksi Golkar mendukung kedua opsi, selama opsi tersebut dikehendaki oleh pemerintah. Ia tidak mempersoalkan apakah tersebut memasukkan motif politik, ideologi maupun keamanan.
"Selama pemerintah mendukung opsi, Golkar dukung opsi yang dipilih pemerintah," ujar Bobby.
Sementara hanya dua fraksi yakni PDIP dan PKB yang tegas mendukung definisi terorisme tanpa menyertakan motif ideologi, politik dan gangguan keamanan. Anggota Pansus dari Fraksi PKB Muhammad Toha mengungkap alasan fraksinya mendukung definisi terorisme alternatif satu tanpa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan yakni semata-mata untuk tidak membatasi proses penegakan tindak pidana tersebut.
"Sekali lagi, dengan alasan kalau ada motif itu menjadi hal yang membatasi. Kita akan cenderung ke alternatif satu," kata Toha.