Rabu 23 May 2018 18:48 WIB

Pukat UGM: Aturan Menindak Perusahaan Sudah Ada

KPK masih memproses konstruksi TPPU perusahaan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Korupsi, ilustrasi
Korupsi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim mengungkapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memiliki payung hukum untuk menindak korporasi yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hanya saja, kini KPK masih dalam proses menyusun konstruksi dari tindak pidana tersebut.

"Kalau peraturannya sudah ada, yakni Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016," ungkap Hifdzil, Rabu (23/5).

Dengan begitu, kata dia, semestinya jauh lebih mudah bagi KPK untuk menjerat korporasi yang diduga melakukan korupsi. Namun, ia memaklumi pergerakan KPK yang agak sedikit lama karena ia menganggap lembaga antirasuah itu saat ini sedang dalam proses menyusun konstruksi dari tindak pidana tersebut.

"(Langkah menjerat korporasi) positif sekali. (Proses menyusun konstruksi) harus lebih cepat agar korporasi yang terduga korupsi dapat segera diperiksa," tuturnya.

KPK memang bertekad mengejar korporasi yang diduga melakukan TPPU, termasuk dalam kasus korupsi yang tengah mereka tangani. Kendati demikian, dalam menetapkan tersangka, KPK akan melakukannya dengan hati-hati.

"Iya seperti itu rencananya. Walau harus hati-hati, tapi kita firm di situ," ungkap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi melalui aplikasi pesan singkat, Senin (21/5).

Menurut Saut, pengejaran terhadap korporasi yang melakukan TPPU itu sesuai dengan amanah undang-undang (UU). Ia juga menuturkan, hal tersebut juga merupakan salah satu amanat Piagam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana Indonesia ikut menandatanganinya.

"Filosofinya karena sesungguhnya korupsi itu 'stealing from the poors', haknya rakyat miskin yang dicuri itu harus dikembalikan," ujar Saut menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement