Rabu 23 May 2018 00:15 WIB

Makna Teroris Digugat

Arti terorisme dalam draf revisi UU dinilai masih ambigu.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Teguh Firmansyah
Teroris (ilustrasi)
Yusril Ihza Mahendra

Masih dalam pasal tersebut, dia juga mengkritisi kalimat ‘sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan’. Dia menilai kalimat itu memiliki makna yang luas mencakup makna yang luas pula.

“Hal itu dapat mencakup hal apa saja yang disebar termasuk berceramah tentang hukum Islam tentang hukuman mati bagi penghina Rasul SAW, bagi homoseksual, bagi orang murtad, misalnya, dapat dijerat dengan pasal ini,” ungkapnya.

Ketua Pansus Revisi Undang-Undang (RUU) Antiterirusme M Syafii menyebut RUU terorisme tersebut sudah hampir selesai. Dia mengatakan, pembahasan RUU esok Rabu akan fokus membahas dan menyikapi apa itu terorisme.

Menteri Hukum dan Perundang-undangan periode 2001-2004 Yusril Ihza Mahendra sebelumnya menyampaikan alasan tidak mendefinisikan terorisme dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002. Perppu ini kemudian disahkan menjadi UU 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme pada April 2003.

"Pada waktu itu, masalah yang sama (perdebatan definisi terorisme) sudah muncul. Dan saya mengambil kebijakan untuk tidak mendefinisikan terorisme, tapi menyebutkan perbuatan mana saja atau apa saja yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan terorisme," katanya.

Menurut Yusril, definisi itu akan selalu menimbulkan perdebatan dan selalu tidak bisa mencakup segala hal yang ingin dimuat. "Lihat contohnya, kita mau mendefinisikan manusia, apa manusia itu, kan enggak selesai-selesai. Jadi, enggak ada gunanya," ujar guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia ini.

Terlebih, lanjut Yusril, yang terpenting dalam penyusunan produk hukum adalah rumusan yang jelas, tidak multitafsir, dan mengandung kepastian hukum. Karena itu, Yusril menilai pendefinisian terorisme itu tidak perlu dan cukup menyusun berbagai perbuatan yang termasuk sebagai tindakan terorisme.

"Jadi, barang siapa meledakkan bom yang mengancam keselamatan jiwa orang lain adalah tindakan terorisme. Itu kan jelas. Jelas artinya. Jadi enggak usah didefinisikan teroris itu apa. Disebutkan saja perbuatan apa saja yang dikatakan sebagai terorisme, bukan membuat definisinya," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement