Senin 21 May 2018 19:36 WIB

Klaim PKS Dinilai akan Lemahkan #2019GantiPresiden

Jika tetap ingin besar gerakan ini sebaiknya dibiarkan murni gerakan rakyat.

Ekpresi massa yang tergabung relawan nasional 2019 ganti presiden  saat mengikuti deklarasi akbar relawan nasional #2019GantiPresiden di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Ahad (6/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ekpresi massa yang tergabung relawan nasional 2019 ganti presiden saat mengikuti deklarasi akbar relawan nasional #2019GantiPresiden di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Ahad (6/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA), Toto Izul Fatah, mengingatkan, jika ada partai yang mengklaim Gerakan Nasional #2019GantiPresiden adalah gerakan mereka. Maka hal itu akan melemahkan gerakan #2019GantiPresiden.

Klaim politikus PKS Mardani Ali Sera bahwa gerakan #2019GantiPresiden dipelopori oleh mereka, menurut Toto, justru melemahkan gerakan ini. Gerakan ini sebaiknya dibiarkan murni menjadi gerakan rakyat yang memang punya magnet, bukan gerakan partai politik yang pasarnya segmented.

“Sangat tidak strategis gerakan yang sudah masif ini tiba-tiba diklaim sebagai bagian dari kerja besar PKS melalui tokohnya, Pak Mardani. Kalau dia  cerdas, sebaiknya gerakan ini dibiarkan saja murni sebagai gerakan rakyat. Toh, kalau ini nanti terus bergulir hingga 2019, yang  diuntungkan pasti PKS,” kata Toto, kepada Republika.co.id, Senin (21/5). 

Gerakan #2019 Ganti Presiden, menurut dia, sudah menjadi magnet politik, khususnya di social media, karena memang memiliki public intrest yang kuat. "Tapi, begitu gerakan ini terkesan kuat milik partai tertentu, misalnya PKS, maka sebagian rakyat yang setuju dan sejalan dengan gerakan ini bisa jadi mundur," kata Toto.

Dijelaskan Toto, tidak semua masyarakat suka kepada PKS. Mungkin sebagian besar rakyat merasa terjembatani aspirasinya melalui gerakan ini. Namun, setelah tahu gerakan ini dipelopori PKS, maka warga yang tidak sejalan atau tidak suka kepada PKS cepat atau lambat jadi mengendur semangatnya.

Jika gerakan ini terus diidentikkan dengan PKS, papar Toto, bukan mustahil pada saatnya akan makin melemah sebelum 2019. Padahal, menurut data survei LSI Denny JA, gerakan ini sudah diketahui oleh sekitar 50,8 persen publik dan disukai oleh sekitar 49 persen. Artinya, gerakan ini sebenarnya cukup potensial mengancam keterpilihan capres pejawat (incumbent).

Kalau gerakan ini sampai tembus ke angka 80 persen, menurut Toto, potensi sukanya cukup besar. Bisa jadi, berbanding lurus antara yang mengetahui dan menyukai gerakan ini. Lebih-lebih, jika situasi politik dan ekonomi ke depan makin tidak menentu.

“Jadi, sangat tidak strategis, isu sebagus ini diatribusi kepada PKS. Padahal, tidak mudah membuat dan merumuskan sebuah isu yang dengan cepat direspons masif oleh publik seperti hastag ini. Mungkin, ini bisa menjadi bagian dari bahan evaluasi pemerintah bahwa banyak warga masyarakat yang mulai tidak nyaman dengan keadaan sekarang,” katanya.

Menurut Toto, yang dirugikan dengan melemahnya gerakan ini, jika terus diidentikkan dengan PKS, adalah capres yang diusung PKS sendiri dan Gerindra, yaitu Prabowo Subianto. Sebab, logikanya, pada saat orang tidak nyaman dengan keadaan sekarang dan ingin ganti presiden, maka pilihan yang ada di depan mata, hanya Jokowi dan Prabowo. “Otomatis warga akan pilih Prabowo, walaupun pilihan itu bukan pilihan idealnya,”  kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement