Jumat 18 May 2018 14:22 WIB

Perlukah Koopssusgab TNI 'Dibangkitkan dari Kubur'?

Penuntasan revisi UU Antiterorisme dinilai lebih mendesak.

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko memeriksa pasukan satuan Pasukan Khusus TNI saat peresmian Komando Operasi Pasukan Khusus Gabungan (Koopssusgab) di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (9/6).(Republika/Wihdan Hidayat)
Foto:
Revisi UU Anti-Terorisme

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti juga menyatakan, pengaktifan kembali Koopssusgab harus dikaji lagi. "Harus dikaji dengan saksama dan jangan terburu-buru agar tidak menimbulkan masalah," ujar Mu'ti. Dia menuturkan, pemerintah harus mengkaji dengan saksama dalam hubungannya dengan UU TNI dan UU Kepolisian agar tak tumpang-tindih.

Dia menuturkan, salah satu yang perlu dikaji dengan seksama terkait dengan UU TNI dan UU Kepolisian. Karena, bisa jadi kedua lembaga kemananan negara tersebut nantinya justru tumpang tindih ketika melakukan tugas pemberantasan terorisme. 

"Jangan sampai ada overlapping," ucapnya

Karena itu, lanjut dia, harus ada mekanisme yang jelas supaya tidak menimbulkan polemik. Menurut dia, masalah keamanan, termasuk pemberantasan terorisme, merupakan tugas Polri, sedangkan pelibatan TNI bersifat khusus dan perbantuan.

"Karena itu harus ada pembatasan wilayah perbantuan dan waktu yang tertentu. Sifatnya bisa ad-hoc dan merupakan gabungan TNI-Polri," kata Mu'ti.

Ketua Setara Institute Hendardi juga meminta ada pembatasan kerangka kerja Koopssusgab TNI. Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopssusgab dikhawatirkan menjadi teror baru bagi warga negara, kata Hendar di dalam keterangannya, kemarin.

Hendardi khawatir dengan pola kerja operasi tentara yang represif, kejadian masa lalu akan berulang. Bahkan, menurut dia, cara itu rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019.

Ia menganggap, secara prinsipiel pengaktifan kembali Koopssusgab TNI dapat diterima sepanjang patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU No mor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal tersebut menegaskan, pelibatan TNI bersifat sementara dan merupa kan usaha terakhir pada skema perbantuan terhadap Polri dalam ke rangka sistem per adilan pidana terin tegrasi.

Menurut dia, setiap pihak harus menahan diri dan cerdas terkait perintah Presiden Jokowi ihwal pelibatan TNI memberantas terorisme di Tanah Air. Tujuannya, agar tidak mem buat kegaduhan baru dan mempertontonkan kepanikan yang berlebihan. "Perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri," ujar dia.

Ia menekankan, pendekatan non- judicialdalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal dan berkelanjutan, melainkan juga sukar mengikis ideologi teror yang pola perkem bangannya yang sudah berbeda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement