REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan tindakan teror bom, kekerasan, dan anarki yang "memakan" korban dan menciptakan ketakutan kolektif merupakan perbuatan zalim. Perbuatan itu jelas tidak dibenarkan agama.
"Perbuatan itu merupakan fasad fil-ardl, perusakan di muka bumi yang tidak dibenarkan oleh agama, hukum, dan moralitas publik," kata Haedar di Gedung Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (14/5).
Oleh karena itu, Muhammadiyah mengecam keras peristiwa bom yang terjadi di tiga gereja dan Mapolrestabes Surabaya, diiringi duka cita dan simpati kepada korban yang tidak bersalah akibat perbuatan biadab tersebut.
"Teror bom di tiga gereja jangan memunculkan pandangan mewakili umat beragama yang berbeda, sekaligus diharapkan peristiwa itu tidak mengganggu hubungan antarumat beragama yang selama ini telah berjalan baik dan harmoni," katanya.
Ia mengatakan, aparat kepolisian dan pemerintah agar mengusut kasus tragis tersebut secara tuntas, objektif, dan transparan disertai solusi ke depan yang komprehensif antara pencegahan dan penindakan secara seksama agar tidak terulang lagi.
Muhammadiyah juga mengharapkan semua pihak untuk tetap tenang dan jernih, serta tidak mengembangkan berbagai asumsi negatif yang memberi ruang pada saling curiga dan sentimen sosial yang bermuara pada terganggunya kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Jadikan bulan Ramadhan sebagai wahana perenungan rohani dan introspeksi diri bagi seluruh elit dan warga atas segala sikap dan tindakan yang selama ini dilakukan secara individual maupun kolektif sebagai bangsa," katanya.
Ia mengimbau para tokoh dan elit bangsa agar memberikan teladan kenegarawanan yang mengutamakan kepentingan umat dan bangsa di atas kepentingan diri dan golongan.
"Kedepankan sikap tulus dan penghidmatan tinggi dalam membimbing rakyat agar menjadi warga negara yang hidup rukun, damai, toleran, sabar, dan saling mencintai dalam persaudaraan dan kemajemukan menuju kehidupan yang berkemajuan dan berkeadaban utama," kata Haedar.