REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Wahid Foundation Yenny Wahid menilai, upaya mengatasi terorisme tak dapat dilakukan oleh pemerintah saja. Peran masyarakat dalam mencegah aksi terorisme pun dirasa amat diperlukan.
"Hasil riset Wahid Foundation mendapati, radikalisme berkaitan dengan intoleransi dan bisa berujung pada salah satu bentuk radikalisme yang ekstrem, yaitu terorisme yang kini masih jadi ancaman bagi bangsa," tutur Yenny Wahid dalam siaran persnya, Senin (14/5).
Karena itu, lanjut dia, peran masyarakat dalam mencegah aksi terorisme menjadi sangat diperlukan. Yenny mengatakan, upaya mengatasi terorisme tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja, tapi juga seluruh elemen bangsa ini.
Untuk itu, kata dia, Wahid Foundation mendorong peningkatan dukungan dan partisipasi masyarakat sipil, seperti ormas keagamaan, NGO, komunitas lokal, komunitas lainnya, dan sektor swasta dalam merespons radikalisme dan terorisme. Khususnya pada upaya-upaya pencegahan untuk mengurangi faktor-faktor yang mendorong radikalisme dan terorisme.
"Pemerintah dan masyarakat harus serius dalam upaya mengurangi peredaran materi-materi berisi kebencian," terangnya.
Berdasarkan hasil survei yang pihaknya lakukan, didapati bahwa materi berisi kebencian berkorelasi langsung dengan radikalisme. Karena itu, ia juga mendesak pengelola stasiun televisi, ormas-ormas keagamaan, dan para pengelola rumah ibadah dan pengajian untuk tidak memberi tempat bagi para penceramah yang mudah dan sering menyampaikan materi-materi berisi kebencian.
"Kami juga menyampaikan desakan agar penyedia layanan platform konten online mendedikasikan upaya untuk mengatasi peredaran konten-konten sosmed yang berisi ujaran kebencian," katanya.
Pada masyarakat luas, sambung Yenny, pihaknya menghimbau untuk tidak memberi tempat dan lingkungan yang nyaman bagi ideologi terorisme. Perbuatan seperti membuat pernyataan dan sikap-sikap yang justru mendukung mereka seperti ujaran kebencian dan aksi-aksi intoleransi.
"Kami mendesak partai politik dan para politisi untuk tidak menjadikan sentimen agama atau keyakinan sebagai alat politik yang dampaknya berbahaya bagi kehidupan dan persatuan bangsa Indonesia," ujarnya.