REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menggandeng Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengejar cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hingga 95 persen penduduk pada 2018. Angka tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam aturan tersebut, Pemda diminta aktif untuk mengejar tercapainya UHC (Universal Health Coverage) program JKN-KIS.
Deputi Direksi Wilayah Sumbagteng-Jambi, Siswandi, mengungkapkan bahwa cakupan kepesertaan program JKN-KIS di Sumbar saat ini baru di angka 75.37 persen atau 4.109.468 jiwa. Artinya, Sumbar masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengejar lebih dari 20 persen penduduk lagi untuk diikutsertakan dalam program JKN-KIS tahun ini.
"Upaya ke sana sangat membutuhkan peran Pemda. Pemangku kepentingan harus satu paham mengenai peran dan tugas demi mencapai UHC," jelas Siswandi, Senin (14/5).
Menanggapi angka cakupan kepersertaan JKN-KIS yang belum optimal, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengingatkan seluruh kepala daerah bahwa ia telah menerbitkan Instruksi Gubernur nomor 3 tahun 2016. Isinya, memerintahkan seluruh kepala daerah untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mencakup program JKN-KIS bagi masyarakat di daerah.
Tak hanya itu, Irwan juga meminta masing-masing instansi terkait agar memastikan seluruh pegawai dan pekerja memiliki jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan. Dinas Ketenakerjaan misalnya, diminta untuk mendata ulang seluruh perusahaan yang terdaftar di Sumbar, dan menyisir apakah sudah seluruh pegawainya memiliki jaminan sosial.
"Lalu Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) kami minta cover yang miskin dan pencatatan di level bawah agar sempurna menyeluruh," jelas Irwan.
Selain mengerahkan instansi pemerintah untuk memastikan pegawainya tersentuh jaminan sosial, IP juga meminta sosialisasi terhadap masyarakat lebih digencarkan. Menurutnya, sebagian masyarakat ekonomi menengah ke atas memiliki kemampuan untuk mengakses jaminan sosial kesehatan secara mandiri.
"Sosialisasi ditingkatkan, terutama agar masyarakat juga bisa mandiri. Sekaligus bagi Kepala Daerah, kami galakkan motiviasi, mereka yang bersemangat kami tambah anggarannya. Itu motivasinya," katanya.