REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri melakukan analisis terhadap keterkaitan antaraksi terorisme yang terjadi belakangan ini. Yaitu, dari penyanderaan dan upaya penyerangan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, hingga pengeboman gereja di Surabaya.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto enggan cepat berspekulasi terkait hubungan antarkejadian. "Masih dalam analisa," kata dia saat ditanya soal keterkaitan kejadian, Ahad (13/5).
Melihat dari aksi teror di wilayah Jawa Barat dan Jabodetabek yang berupaya menyerang Mako Brimob, Setyo menyebutkan adanya kebangkitan sel-sel terorisme, khususnya kelompok Jamaah Ansharu Daulah (JAD) yang selama ini sempat "tertidur". "Mereka ini adalah kelompok JAD Jabodetabek, termasuk Bandung. Sekarang mereka bergerak bersama-sama," ujar Setyo.
Meski kejadian penyanderaan di Mako Brimob, Kelapa Dua, dilakukan oleh para napiter (narapidana teroris), Setyo juga belum mau menyimpulkan bahwa kejadian itu memicu rentetan aksi terorisme berikutnya, termasuk yang terjadi di Surabaya. "Ini sedang dalam pendalaman. Saya sudah tahu, tapi saya tidak sampaikan dulu karena ini akan ganggu operasi berikutnya," kata dia.
Untuk rentetan yang terjadi di Jawa Barat dan Jabodetabek, Setyo memastikan, semuanya adalah jaringan JAD. Mereka menargetkan personel kepolisian dan kantor polisi. "Rentang rangkaiannya akan terkuak setelah analisis kita selesai. Sekarang masih dalam analisa, mohon waktu," ucap Setyo.
Hal ini akhirnya membuat kepolisian meningkatkan kewaspadaannya dengan makin ketatnya akses menuju kantor polisi. Contohnya, Polda Metro Jaya bahkan menetapkan status siaga satu.
Sedangkan untuk kejadian Surabaya, Setyo juga enggan langsung mengaitkan dengan aksi rentetan teror ke Mako Brimob. Yang jelas, ada indikasi pola bahwa menjelang Ramadhan, dari tahun-tahun sebelumnya, aksi teror kerap dilancarkan.
Pengamat terorisme Harits Abu Ulya menilai, kasus Mako Brimob yang terjadi sebelumnya bukan menjadi trigger atau pemicu utama. Harits berpendapat, kejadian di Mako Brimob hanya menjadi sesuatu yang "menggairahkan" bagi kelompok teror ini.
Menurut Harits, jika melihat tempat kejadian perkara dan waktu perkara, aksi tersebut tidak cukup dengan waktu singkat beberapa hari pascarusuh Mako Brimob untuk menyiapkan aksi yang terorganisasi tersebut. Aksi pengeboman gereja di Surabaya, kata dia, butuh waktu banyak untuk perakitan bom dengan cermat, butuh orang yang punya kemampuan untuk merakit bom, termasuk menyiapkan bahan bom.
"Belum lagi kesiapan calon "pengantin"-nya. Semua butuh waktu yang cukup dan terencana dengan baik," kata dia.
Rentetan teror belakangan ini adalah penyanderaan Mako Brimob yang berlangsung Selasa (8/5) malam hingga Kamis (10/5) pagi. Lima polisi tewas, satu polisi disandera, dan satu teroris tewas dalam peristiwa itu. Kejadian ini juga diikuti upaya penyerangan ke Mako Brimob, yang kembali menewaskan seorang personel kepolisian pada Jumat (11/5).
Ahad (13/5) dini hari, empat teroris JAD yang menuju Mako Brimob ditembak mati di Cianjur. Pengembangan selanjutnya, dua orang ditangkap di Cikarang, Bekasi, dan Sukabumi. Lalu, pada Ahad pagi, sejumlah gereja di Surabaya diteror bom. Sebanyak 13 orang tewas dan puluhan orang luka-luka. Seolah tak mau berhenti, malam harinya di Sidoarjo, bom juga meledak di sebuah rumah susun yang menewaskan tiga orang.