Sabtu 12 May 2018 12:18 WIB

FPI Sumbar: Rektor IAIN Bukittinggi Harus Dicopot

FPI Sumbar turun ke jalan serukan penghapusan dikriminasi terhadap pengguna cadar

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bilal Ramadhan
Aksi massa sejumlah ormas Islam di Bukittinggi soal pelarangan cadar oleh IAIN Bukittinggi, Jumat (11/5).
Foto: Sapto Andika Candra/Republika
Aksi massa sejumlah ormas Islam di Bukittinggi soal pelarangan cadar oleh IAIN Bukittinggi, Jumat (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Front Pembela Islam (FPI) Sumatra Barat ikut turun ke jalan untuk melakukan aksi damai di Bukittinggi, Jumat (11/5) ini. Bersama dengan ratusan umat Muslim, FPI menyerukan penghapusan sikap diskriminatif oleh pihak Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi terhadap penggunaan cadar.

Poin tuntutan lain yang disampaikan dalam long march dari Lapangan Kantin menuju DPRD Kota Bukittinggi adalah pencopotan Rektor IAIN Bukittinggi, Ridha Ahida. Ridha dianggap abai dalam menerima masukan tokoh masyarakat terkait pembatasan cadar di lingkungan akademik.

"Muslimah memiliki hak konstitusi untuk amalkan keyakinannya. Hargai dong yang bagi mereka menilai (bercadar) sunah atau wajib. Menteri Agama harus pecat orang seperti ini (rektor), tak paham dengan kearifan lokal," jelas Ketua FPI Sumbar, Buya Busra Khatib Alam, usai mengikuti aksi damai, Jumat (11/5).

Busra menambahkan, sebelum masuk ke dalam poin penggantian rektor, FPI dan organisasi masyarakat (ormas) Islam lainnya hanya menuntut penghapusan sikap diskriminatif terhadap pengguna cadar di kampus IAIN Bukittinggi. Bagi ormas Islam, lanjut Busra, bila kampus mau melunak dan memberi ruang bagi Muslimah bercadar menjalankan keyakinannya, maka polemik ini tak perlu diperpanjang.

"Santri yang sejak SMP-SMA pakai cadar, waktu masuk kampus dengan berat hati mereka (diminta) buka cadar mereka, bagaimana hati mereka?" ujar Busra.

Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) Bukittinggi dan Agam Ridho Abu Muhammad juga menilai, pihak kampus cenderung menutup diri untuk mendengar masukan dari tokoh ulama dan masyarakat sekitar. Ia juga melihat IAIN Bukittinggi terkesan tidak acuh terhadap Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang diterbitkan Ombudsman RI yang menyatakan Rektor IAIN Bukittinggi telah melakukan maladministrasi.

"Beliau tidak hiraukan suara sekitarnya dan terkesan menentang masyarakat. Kalau lembaga independen (Ombudsman) saja sudah menyatakan itu, ya itu blunder sendiri buat kampus. Dan kami tak ingin hak-hak mahasiswa dikebiri," jelas Ridho.

Rencananya, tanggal 14 Mei 2018 mendatang perwakilan ormas Islam akan bertemu dengan Itjen Kementerian Agama untuk membahas perkembangan kasus ini. Pertemuan ini difasilitasi Pemkot Bukittinggi yang sebelumnya memang didesak melakukan mediasi antara ormas Islam dengan IAIN Bukittinggi.

"Pak Wali Kota (Ramlan Nurmatias) memfasilitasi kami. Beliau minta kami sampaikan langsung permintaan ke Itjen yang akan datang nanti," jelas Ridho.

Polemik cadar belum reda hingga kini. Pihak kampus juga bergeming atas keputusannya dalam membatasi penggunaan cadar, meski Ombudsman RI Sumbar sudah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang menyatakan Rektor IAIN Bukittinggi telah melakukan maladministrasi dalam membuat kebijakan cadar. Ormas Islam berharap, pihak kampus mampu melunak dan membuka diri terhadap hak-hak Muslimah dalam mengenakan cadar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement