REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), meresmikan Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk di Gedung Sate, Bandung (11/5). Menurut Aher, peresmian jalan dan acara harmoni budaya yang digelar di Gedung Sate, akan menghadirkan persatuan dan kesatuan.
"Lewat kegiatan harmoni budaya, mari kita ciptakan cara pandang yang sama, tidak perlu mempermasalahkan lagi siapa yang salah dan benar," ujar Aher.
Aher mengatakan, harmoni budaya ini turut menjadi sejarah dan terobosan yang tepat untuk menyatukan Indonesia. Karena, jumlah etnis Jawa mencapai 42 persen dari seluruh etnis di Indonesia, sedangkan etnis Sunda mencapai 14 persen. Jika digabungkan, jumlahnya mencapai 56 persen atau separuh lebih dari seluruh etnis di Indonesia.
"Artinya jika masalah Jawa dan Sunda selesai, maka perkara-perkara besar di Indonesia juga selesai," katanya.
Kegiatan ini pun, kata dia, merupakan kelanjutan dari rekonsiliasi budaya Sunda-Jawa yang digelar di Surabaya pada Maret lalu. Pada waktu itu ditandai dengan digantinya nama dua jalan arteri di Kota Surabaya dengan simbol kesundaan.
Yaitu, Jalan Prabu Siliwangi menggantikan Jalan Gunungsari, dan dan Jalan Sunda menggantikan Jalan Dinoyo. Sedangkan untuk penamaan Jalan Majapahit di Bandung menggantikan Jalan Gasibu dan Jalan Hayam Wuruk menggantikan Jalan Cimandiri.
"Saat di Surabaya maupun Yogyakarta judul besarnya yakni rekonsiliasi budaya Sunda-Jawa. Namun di sini kami mengangkat tema harmoni budaya Jawa-Sunda. Ini merupakan bentuk saling penghormatan di antara kami," katanya.
Aher menjelaskan, bahwa penamaan jalan ini sudah melewati musyawarah dan diskusi dengan berbagai pihak mencakup sejarawan, budayawan, dan akademisi. Pemprov Jabar juga akan segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat Bandung sehingga tidak akan ada masalah kedepannya.
"Mari kita membangun harmoni secara bersama-sama, sehingga secara psikologis akan menghilangkan sekat antara Jawa dan Sunda," katanya.
Di tempat yang sama Gubernur Jatim, Soekarwo optimistis, pendekatan budaya mampu mengakhiri permasalahan Jawa-Sunda yang terjadi sejak 661 tahun lalu pascatragedi Perang Bubat. Oleh sebab itu Pakde Karwo sapan akrab Gubernur Jatim bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menggagas rekonsiliasi budaya untuk menghilangkan sekat-sekat antara Jawa dan Sunda.
"Budayalah yang bisa menjernihkan dan membersihkan yang kotor. Lewat pendekatan budaya maka tidak akan yang terluka dan merasa benar atau salah," katanya.
Menurut Pakde Karwo, jauhnya jarak terjadinya Perang Bubat dengan munculnya berbagai cerita yang ada di buku-buku merupakan upaya divide et impera oleh penjajah. Karenanya, para tokoh meliputi budayawan, sejarawan, akademisi dan pemerintah sepakat untuk meluruskan hal itu, sehingga tidak menjadi konflik yang berkepanjangan. Dengan harmoni budaya ini maka akan bisa menjadikan Jawa-Sunda ini bersatu dan memperkokoh NKRI seperti yang dicita-citakan para pendiri republik, katanya.
Menurut Pakde Karwo, bersatunya Jawa-Sunda memberikan kontribusi ekonomi nasional mencapai hampir 40 persen. Hal ini tentunya akan memberi dampak yang luar biasa pada kesejahteraan masyarakat.
"Oleh sebab itu, harmoni budaya ini akan ditinjaklanjuti dengan berbagai kerjasama baik di bidang pariwisata, perdagangan, ekonomi maupun politik. Banyak hal yang bisa ditumpangkan pada pertemuan budaya kali ini. Saya kira ini pintu yang sangat bagus serta halus untuk pertumbuhan bersama, katanya.
Terkait peresmiaan Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk, Pakde Karwo mewakili masyarakat Jatim merasa senang dan bangga. Ini penting karena penamaan jalan selain simbolik, dan tempat berlangsungnya transportasi orang, barang dan jasa juga menyimpan nilai sejarah.
Sementara menurut Wakil Gubernur DI Yogyakarta KGPAA Paku Alam X, kegiatan ini memberi nilai yang sangat penting dalam rangka upaya meningkatkan promosi potensi budaya DIY, Jatim dan Jabar ke masyarakat luas. Selain itu, juga sebagai media untuk memupuk dan membudayakan nilai-nilai adat dan budaya serta kesenian yang ada. Mari kita bangkitkan nilai-nilai budaya lokal tradisional sehingga memunculkan kreatifitas yang menjadi budaya sehat bagi bangsa, katanya.
Paku Alam X berharap, kegiatan harmoni budaya ini tidak hanya dilihat dari sisi penyelesaian konflik Jawa-Sunda saja, namun lebih kepada pembangunan potensi daerah secara luas. "Baik Jabar, Jatim maupun DIY masing-masing memiliki keunggulan, maka jika kerjasama ini ditingkatkan tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tiga daerah," katanya.