Kamis 10 May 2018 15:06 WIB

Ini Pemicu Rusuh Mako Brimob Versi Tim Pengacara Muslim

Kerusuhan pada Selasa (10/5) malam adalah akumulasi kekesalan para napi teroris.

Rep: Ali Mansur, Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Sejumlah petugas Brimob berjaga pasca kericuhan yang terjadi di Rutan cabang Salemba di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah petugas Brimob berjaga pasca kericuhan yang terjadi di Rutan cabang Salemba di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentrokan antara anggota Polisi dengan narapidana teroris atau napiter di Mako Brimob telah memakan enam korban tewas, lima di antaranya anggota Polisi. Terkait hal itu Tim Pengacara Muslim (TPM) angkat bicara perihal pemicu bentrokan berdarah di Maka Brimob pada Selasa (10/5) malam WIB.

Menurut TPM, salah satu pemicu kerusuhan adalah karena hak-hak kemanusian. "Mulai dari penangkapan, penahanan sampai mereka disidangkan dan ditahan itu banyak hal yang dirasakan sebagai pelanggaran hak-hak asasi mereka," jelas anggota TPM Ahmad Michdan, dalam jumpa pers di Kantor Mer C, Jakarta Pusat, Kamis (10/5).

Menurut Michdan, selama ini penangkapan terhadap mereka tidak manusiawi, karena seharusnya mereka ditangkap secara baik-baik tidak perlu diculik dan perlakuan kasar. Padahal, saat penangkapan mereka tidak sedang melakukan hal-hal yang membahayakan.

Misalnya mereka sedang berjualan tiba-tiba diculik, kecuali memang sedang melakukan aksi terorisme. Apalagi, sambungnya, para teroris itu sebenarnya orang baik-baik.

"Kalau kekerasan itu sudah dari awal sampai mereka jadi napi itu mereka terima, saya sudah adukan ke Komnas dari dulu," tambahnya.

Kemudian juga soal pemeriksaan super ketat terhadap keluarga mereka. Seperti istri para narapidana yang ingin membesuk harus digeledah untuk diperiksa. Padahal, kata Michdan, kalau selama ini mereka dipandang baik selama membesuk suaminya tidak perlu seperti itu. Hal ini juga yang membuat mereka (narapidana) tidak terima dengan prosedur pemeriksaan super ketat seperti itu.

"Nah istrinya mengadu (ditelanjangin) dan suaminya yang memiliki pemahaman Islam seperti itu, kan ini ranah privat," ungkap Michdan.

Selanjutnya, masih kata Michdan, adalah soal jatah makanan selama mereka di dalam tahanan. Para napi merasa makanan yang didapat jauh dari kata layak.

Tidak hanya porsi makanan yang sedikit, tapi gizi yang ada dalam makanan itu juga tidak memadai. Selain itu, akhir-akhir ini mereka juga tidak boleh menerima makanan dari luar yang dibawa oleh pembesuk.

Apalagi, lanjut Michdan, biasanya menjelang bulan Ramadhan mereka akan memperoleh makanan tambahan dengan gizi yang lebih baik, seperti kurma dan lainnya. Namun, kali ini tidak diperkenankan sementara mereka butuh itu untuk menghadapi bulan Ramadhan satu bulan penuh. Sedangkan menurut protapnya kalau tidak diperbolehkan membawa makanan dari luar, maka gizi itu disediakan dari Lapas.

Puncaknya pada Selasa (8/5) kemarin adalah jadwal mereka untuk pembesukan, tapi itu dibatalkan oleh pihak Rutan. Kemudian juga mereka tidak boleh didampingi oleh penasihat hukum, kecuali mereka yang kenal dengan TPM.

"Saya kira itu akumulasi dari permasalahan-permasalahan yang ada. Kita bisa ambil hikmah dari tragedi ini," ucap Michdan.

Michdan berharap kasus ini tidak merembet ke lapas-lapas lain, seperti di Nusakambangan. Dia berharap pihak independen yang melakukan penelitian agar hal ini tidak terulang kembali. Bagaimanapun juga meski TPM untuk membela mereka, tapi dia berharap tidak ada lagi teroris di Tanah Air ini.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal membantah beragam spekulasi terkait pemicu kerusuhan di Mako Brimob. Iqbal berkeras, penyebab kerusuhan berbuntut penyanderaan itu masih soal makanan.

"Sudah sering saya sampaikan bahwa kejadian ini dipicu oleh permasalahan makan tahanan harus diverifikasi petugas, terjadi miskomunimasi di situ terjadi keributan," kata Iqbal di Kompleks Polisi Direktorat Polisi Satwa, Baharkam Polri, Kelapa Dua, Depok, Kamis (10/5).

Sejumlah situs di internet mengatasnamakan ISIS, termasuk kantor berita Al-Amaw mengaku bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Namun, Iqbal membantah hal tersebut.

"Sampai saat ini kami membantah itu. Sampai saat ini insiden itu hanya dipicu permasalahan makan," kata Iqbal menegaskan.

Kejadian bermula saat Selasa (8/5) petang, terjadi keributan antara napi teroris dan petugas. Polisi menyebut hal ini karena miskomunikasi soal makanan napi yang dikirim pengunjung.

Namun, kerusuhan justru kemudian terjadi di mana sembilan petugas menjadi korban. Lima petugas tewas, tiga terluka, satu disandera. Satu korban sandera bebas pada Rabu (9/5) tengah malam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement