Selasa 08 May 2018 02:51 WIB

Yusril: Pemerintah Bisa Saja Kalah

PTUN memutuskan menolak gugatan yang diajukan oleh eks organisasi HTI.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Nidia Zuraya
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, perkara gugatan HTI terhadap pembubaran organisasi tersebut belumlah final, meski telah ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta. Masih ada upaya hukum banding dan kasasi sampai putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Sekarang HTI kalah 1-0 lawan pemerintah. Bisa saja nanti pemerintah kalah di pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/5).

Yusril menambahkan, memang sulit bagi majelis hakim untuk sepenuhnya bersikap objektif dalam menyidangkan perkara HTI. Menurut dia, pemerintah tentu akan merasa sangat dipermalukan jika sekiranya keputusan membubarkan HTI dibatalkan oleh pengadilan.

"Selama sidang, pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa-apa tentang kesalahan HTI," ujarnya

Dia menuturkan, pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang yang terafiliasi dengan pemerintah. Keterangan ahli dari pihak pemerintah, kata Yusril, sukar dipertanggungjawabkan secara akademis karena mereka semua adalah bagian dari pemerintah.

Karena HTI dibubarkan tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perppu No 2/2017 yang terbit tanggal 10 Juli 2017, sambungnya, jika pemerintah menganggap HTI mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, pemerintah harus membuktikan dalam waktu sembilan hari itu kalau HTI memang melanggar Pancasila.

"Bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya perppu karena perppu tidak berlaku surut. Sejauh itu, saya menganggap pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan," katanya menerangkan.

Kendati demikian, ungkapnya, majelis hakim menilai HTI terbukti menyebarkan ajaran khilafah. Ajaran tersebut dianggap hakim bertentangan dengan Pancasila. Penilaian ajaran khilafah itu bertentangan dengan Pancasila didasarkan pada keterangan ahli yang seluruhnya terafiliasi dengan pemerintah.

"Di sinilah dilema hakim yang mengadili perkara ini. Keterangan ahli yang mana yang harus dijadikan pertimbangan hukum. Hakim tampak mengesampingkan keterangan ahli independen yang diajukan HTI. Kalau demikian maka ke arah mana putusan hakim, isinya sudah dapat ditebak sedari awal," ujar Yusril.

Yusril tidak hadir pada sidang putusan perkara HTI yang dibacakan di PTUN DKI Jakarta, Jakarta Timur, Senin (7/5). Pengacara HTI yang hadir adalah Gugum Ridho Putra mewakili Kantor Advokat Ihza&Ihza Law Firm yang dikomandani oleh mantan menteri kehakiman dan HAM (menkumham) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement