Sabtu 05 May 2018 00:58 WIB

YLKI Nilai Rencana Mogok Pilot Garuda akan Rugikan Konsumen

Asosiasi Pilot Garuda Indonesia menuntut perombakan direksi.

Garuda Indonesia
Foto: EPA/Barbara Walton
Garuda Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan masalah di internal Garuda Indonesia terkait rencana mogok pilot dan sejumlah karyawan tidak berdampak pada pelayanan terhadap konsumen. "Jika rencana mogok kerja terlaksana, berarti pilot akan berhadapan dengan konsumen. YLKI tidak mendukung pilot untuk melakukan mogok," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat dihubungi media, di Jakarta, Jumat (4/5).

Ia menjelaskan, tuntutan para pilot dan karyawan di Garuda Indonesia pada dasarnya merupakan hak sebagai pekerja. Namun, dalam penyampaiannya sebaiknya jangan sampai melanggar hak pihak lain, dalam hal ini hak konsumen.

Tulus pun menilai, bahwa mogok kerja para pilot jauh dari substansi profesi tersebut. Untuk itu, diharapkan para pilot dan karyawan Garuda Indonesia bisa mengambil langkah selain mogok kerja yang dampaknya bisa meluas ke berbagai hal.

"Mogok kerja adalah sikap inkonsistensi dalam profesi pilot," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Captain Bintang Hardiono memastikan mereka tetap akan mogok jika hingga awal Juni 2018 tidak ada perombakan direksi. Ultimatum tersebut didasarkan kekecewaan mereka atas berbagai kebijakan manajemen yang tidak sesuai dengan industri penerbangan, di mana regulasi dikeluarkan oleh dewan direksi yang umumnya berasal dari kalangan perbankan.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada April 2017 memutuskan meniadakan posisi jabatan direktur operasi dan direktur teknik. Hal itu menimbulkan kendala pada tataran operasional karena kedua jabatan itu merupakan penanggung jawab Airport Operating Certificate (AOC).

AOC penting karena pesawat-pesawat di Garuda Indonesia tidak bisa beroperasi tanpa izin, yang diperpanjang setiap tahun dengan menyertakan hasil audit oleh auditor independen sebagai laporan operasional sebuah maskapai. Belakangan, posisi kedua direktorat tersebut diadakan kembali namun bukan melalui mekanisme RUPS, melainkan penunjukan langsung oleh direktur utama.

Selain itu, ada kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan model kerja di dunia penerbangan. Seperti, meniadakan kendaraan jemputan bagi pilot dan kru kabin, pemotongan jam terbang pilot, hingga meniadakan kenaikan gaji berkala tiap tahun yang alasan perusahaan sebagai bagian dari efisiensi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement