REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) mengaku ingin mendinginkan suasana dengan menerima vonis 15 tahun penjara dalam perkara korupsi KTP-elektronik. Setnov tidak mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Setnov menceritakan setelah tanggal 30 April lalu, dia berkonsultasi dengan keluarga, anak dan istri, dan juga penasihat hukum. Dengan pertimbangan yang tinggi, Setnov mengatakan, dia memang tidak banding meskipun mempunyai hak untuk banding dan upaya hukum lain hingga ke MA.
“Ini untuk menjernihkan suasana sosial sejak saya menjadi tersangka," kata dia di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (3/5).
Setnov dijadwalkan menjadi saksi untuk terdakwa mantan pengacaranya, Fredrich Yunadi. Fredrich didakwa bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, lantaran menghindarkan Setnov diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik.
"Maka memang sebaiknya saya cooling down dulu,” kata dia.
Setnov mengatakan nantinya dia akan mengikuti tersangka lain mulai dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, Made Oka Masagung, dan Irvanto Hendra Pambudi. “Tentu nanti akan kita lihat perkembangan dan tentu akan terjadi tersangka-tersangka lain selain itu,” kata Setnov.
Setnov juga menyatakan ia tidak merasa vonis 15 tahun itu adil, meski menerima putusan tersebut. Kendati demikian, dia meyakini, Allah Swt akan memberikan keadilan bagi dirinya.
“Kalau lihat di pengadilan dunia memang mungkin saya tidak mendapatkan keadilan, tetapi keadilan yang ada di Allah SWT tentu masih ada, sehingga tentu di Sukamiskin ini saya akan mulai dari kos, saya akan ke pesantren," ungkap Setnov.
Ia pun ingin lebih banyak berdoa selama berada di lembaga pemasyarakatan (lapas) nanti. Setnov, yang pernah menjabat sebagai ketua DPR RI dan ketua umum Partai Golkar, juga akan membiasakan diri menjadi masyarakat biasa.
“Saya akan berbaur bersama-sama teman-teman yang lain. Tentu saya mohon maaf kepada seluruh anggota DPR dan masyarkaat Indonesia, mudah-mudahan doa yang positif masih ada hal-hal yang mungkin ke depan lebih baik," jelas Setnov.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap Setya Novanto dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsder 3 bulan kurungan, pada 24 April 2018. KPK pun mengatakan tidak akan mengajukan banding terhadap putusan itu namun akan melakukan pengembangan KTP-e untuk mencari pelaku yang lain, termasuk dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain pidana kurungan, hakim juga menghukum Novanto untuk membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi dengan uang yang dikembalikan sebesar Rp 5 miliar subsider 2 tahun kurungan. Majelis hakim yang terdiri dari Yanto sebagai ketua majelis hakim dengan anggota majelis Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar dan Sukartono juga mencabut hak politik Setnov selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan.
Vonis Setnov itu masih lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan lainnya, yakni membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar subsider 3 tahun penjara.