REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan proses administrasi untuk mengeksekusi mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. Sebelumnya, baik KPK maupun pihak Novanto tidak akan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Ya setelah ini tentu proses administrasi hingga nanti KPK akan lakukan eksekusi terhadap Setya Novanto," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (2/5).
Menurut dia, dengan tidak bandingnya Novanto mempertegas bahwa seluruh bantahan dan sangkalan sebelumnya tidak relevan lagi. "Sudah terang dan jelas bahwa korupsi KTP-el terbukti di pengadilan," ucap Febri.
Setelah inkrah atau berkekuatan hukum tetap, kata Febri pihak Novanto wajib membayar uang pengganti sesuai amar putusan hakim. "Mengacu ke Undang-Undang Tipikor, jika tidak dibayar maka dapat dilakukan penyitaan aset dan dilelang untuk negara. Kami harap pihak Setya Novanto kooperatif dan membayar seluruh denda dan uang pengganti nantinya," kata Febri.
Setya Novanto (Republika/Iman Firmansyah)
Dalam perkara korupsi KTP-el, Novanto telah divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS (sekitar Rp 65,7 miliar dengan kurs Rp 9.000 per dolar AS saat itu) dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan Novanto.
Vonis lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Jumlah uang pengganti dalam tuntutan jaksa, yakni 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar subsider tiga tahun penjara.
Majelis hakim yang terdiri atas Yanto sebagai ketua majelis hakim dengan anggota majelis Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar, dan Sukartono, juga mencabut hak politik terdakwa untuk menduduki jabatan tertentu selama beberapa waktu.
Baca Juga: Pengacara: Novanto Ingin Kontemplasi di Penjara