Senin 30 Apr 2018 19:44 WIB

Fredrich Yunadi akan Jalani Vonis pada Awal Juni

Mantan pengacara Setya Novanto itu akan menghadapai sidang putusan pada 7 Juni.

Terdakwa dugaan merintangi penyidikan korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi memberikan pertanyaan terhadap saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa dugaan merintangi penyidikan korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi memberikan pertanyaan terhadap saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim yang mengadili advokat Fredrich Yunadi memperkirakan bila sidang berjalan lancar, bekas pengacara Setya Novanto itu akan menghadapi sidang putusan pada 7 Juni 2018. Mantan pengacara Ketua DPR Setya Novanto itu didakwa menghindari kliennya diperiksa dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).

"Pada 18 Mei 2018 nanti diagendakan sidang pemeriksaan terdakwa, 24 Mei pembacaan tuntutan selanjutnya pada 31 Mei pembacaan pembelaan sehingga pada 7 Juni 2018 diupayakan sidang putusan," kata ketua majelis hakim Syaifudin Zuhri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/4).

Syaifudin memimpin sidang untuk mantan pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi yang didakwa bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo yang menghindarkan Setnov diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik. Dalam sidang hari ini diagendakan hanya satu orang saksi yaitu bagian Teknologi Informasi "Closed Circuit Television" (CCTV) RS Medika Permata Hijau Putra Rizki Ramadhona.

Menurut Putra, RS Medika Permata Hijau tempanya bekerja memiliki 9 CCTV di 9 titik seperti yang mengarah ke IGD lobi BPJS, poli, lantai 3, farmasi lantai 2, VIP maupun ke ruangan direktur. "Tapi saat kejadian CCTV ada yang rusak, 1 mati dan 2 mengalami 'noise'. Kemudian ada perbedaan waktu karena alat yang tersambung tidak ter-cover dengan UPS jadi saat mati lampu dia mati juga sehingga jam di CCTV lebih lamban 37 menit dari waktu sebenarnya," papar Putra.

Namun, saat ini CCTV yang rusak itu sedang mengalami perbaikan. "Kalau CCTV yang menghadap IGD tidak rusak tapi jamnya lebih lamban 37 menit sedangkan CCTV parkir lebih cepat 29 menit," tambah Putra. Namun, karena sidang hanya menghadirkan satu orang saksi, Fredrich pun sempat protes.

"Saksi dalam berkas itu total ada 42 orang, yang diperiksa baru 16 saksi dan banyak saksi yang menguntungkan saya sengaja tidak dipanggil. Kami merasa dirugikan. Sisanya 29 saksi itu kapan mau diperiksa? Kalau maraton sampai pagi pun kami siap. Ada ajudan SN dan ada anggota DPR itu sangat penting. Kami tidak mau hak kami dikesampingkan demi mengejar waktu," tegas Fredrich.

"Kami mengusulkan dua kali seminggu supaya kami bisa atur di tempat lain. Kedua, karena kita mencari kebenaran materiil, kami minta saksi yang menguntungkan kami untuk dihadirkan," kata pengacara Fredrich, Sapriyanto Refa.

"Memang dalam berkas ada 42 saksi. Tapi untuk membuktikan dakwaan kami putuskan tidak semua saksi. Tapi ada juga saksi ajudan dan anggota dewan yang disebut terdakwa kemungkinan akan kami hadirkan," jawab jaksa penuntut umum KPK Roy Riady.

"Dalam hal ini kan saksi cukup banyak. Bagaimana cuma mengandalkan dua orang itu? Kan ada dokter yang menguntungkan kami sebagai terdakwa. Berapa yang ada di berkas harusnya berani memeriksa berani membuktikan. Nanti ajudan beralasan minta izin atasan, jadi hak kami yang dirugikan," sambar Fredrich.

Ia pun mengaku sudah menyiapkan saksi meringankan (a de charge) yang akan mulai dimintai keterangan pada 11 Mei 2018. "Saksi ahli kami saja 10 orang, itu profesor dan guru besar semua," tambah Fredrich.

Majelis hakim pun menegaskan untuk tetap sesuai jadwal. "Kami akan tetap pada jadwal yang telah kami susun. Kalau sesuai keinginan terdakwa mungkin akan kami tambah jadi sidang 4 kali seminggu," kata hakim Syaifudin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement