Sabtu 28 Apr 2018 21:43 WIB

Menaker Khawatir Isu TKA Cina Dijadikan Bahan Baku Konflik

Menaker berpendapat isu tenaga kerja asing selalu muncul di momen-momen politik.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Ratna Puspita
Hanif Dhakiri
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Hanif Dhakiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri meminta agar semua pihak menjaga kondusifitas dengan tidak 'menggoreng' isu tenaga kerja asing (TKA). Ia khawatir isu ini dijadikan alat oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan untuk sengaja membuat konflik.

"Marilah kita jaga agar situasi kita kondusif. Saya khawatir, kita semua tahu bahan baku konflik nggak banyak, isu cina, komunis. Maksud saya jangan sampai dibesar-besarkan," kata dia di Kota Tua, Jakarta, Sabtu (28/4).

Dia tak membantah ada tenaga kerja asing untuk buruh kasar di beberapa tempat. Namun, hal itu bersifat kasuistis dan ilegal. Artinya, kata dia, harus ditindak siapapun yang terlibat di dalamnya.

Menurutnya, isu ini terlalu dibesar-besarkan dan terkait politik. Hal itu, menurutnya, isu tenaga kerja asing selalu muncul di momen-momen politik.

"Yang kami tolak upaya hiperbolisasi dari isu ini. Karena ini sudah berkali kali isu ini muncul. Sekarang mau tahun politik naik lagi, itu apa namanya?" ujar dia.

Hanif mengatakan, Perpres Nomor 20/2018 tentang Tenaga Kerja Asing hanya untuk penyederhaan perijinan bagi tenaga kerja level menengah dan menengah ke atas atau dengan keahlian khusus. Ia memastikan, pemerintah tidak memberikan izin bagi TKA untuk level buruh kasar.

"Kalau ada masyarakat menemukan indikasi kejanggalan adanya TKA, saya minta tolong itu dilaporkan saja ke pemerintah. Misal ke disnaker, polisi atau imigrasi setempat," kata dia.

Menurutnya, polemik yang berkembang dimasyarakat terkait penerbitan perpres yang belum lama diteken Presiden Jokowi itu terlalu berlebihan. “Jangan pernah berpikir kalau pemerintah mendatangkan pekerja kasar, itu jahat. Jangan seolah berpikir pemerintah itu membiarkan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement