REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah pertemuan dengan Alumni 212 di Istana Bogor pada akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan telah melakukan pertemuan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDIP Ahmad Basarah mengatakan, pertemuan tersebut diakui oleh Jokowi. Ia pun menilai, wajar saja jika Presiden menemui pimpinan partai politik (parpol) lain.
"Demikian pengakuan Pak Jokowi bahwa dia sudah bertemu dengan pimpinan-pimpinan partai politik termasuk dengan PKS membuktikan Pak Jokowi juga adalah pemimpin yang merangkul, pemimpin yang ingin mengajak semua kekuatan politik di Indonesia," ujar Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/4).
Sebab itu, Basarah meminta agar pertemuan Jokowi dengan parpol tidak dimaknai karena adanya kepentingan politik. Seperti halnya pertemuan Jokowi dengan Alumni 212 akhir pekan lalu. Menurut Basarah, pertemuan dilakukan Jokowi untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, bukan untuk memecah belah bangsa. Begitu pun juga anggapan yang menyebut pertemuan dalam rangka memecah koalisi yang terbangun PKS dengan Partai Gerindra.
"Harus berpikir yang lebih besar dari itu, bukan semata-mata bangsa ini disibukkan pada hal-hal yang sifatnya politik praktis, politik elektoral. Ingat, Pak Jokowi bertemu mereka, bertemu pimpinan-pimpinan partai politik, ormas Islam, dalam kapasitas beliau sebagai Presiden Indonesia," ujar Basarah.
Namun, Basarah tidak mengetahui pasti saat ditanyai apakah dalam pertemuan, Presiden Jokowi memberikan penawaran kepada PKS. Basarah justru mengajak semua pihak menilai pertemuan dalam konteks yang lebih besar.
"Saya tidak tahu persis apa substansi pembicaraan Pak Jokowi dengan pimpinan PKS, ya. Tetapi mari kita lihat hal yang lebih besar bahwa pertemuan itu sendiri menggambarkan tidak ada masalah Pak Jokowi dengan semua partai politik, termasuk partai politik yang posisi politiknya tidak bersama-sama dengan partai koalisi pemerintah," ujarnya.