REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA- Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan belum bisa memastikan jumlah korban meninggal akibat menenggak minuman keras (miras) oplosan di wilayahnya. Itu tak lain karena dari sekian banyak korban meninggal yang diduga akibat miras oplosan, penyebabnya belum bisa dipastikan.
Maka dari itu, Machfud menyatakan akan menerjunkan tim untuk melakukan penelitian dengan maksud untuk memastikan apakah korban yang dimaksud benar-benar karena miras oplosan atau bukan. Dengan demikian, tidak ada kesalahan data terkait jumlah korban yang meninggal dunia akibat menenggak miras oplosan.
"Jangan karena orang mati karena yang lain dibilang miras. Padahal, kita kan butuh secara medis dari segi fisik, kemudian dari keterangan dokternya, terus bila perlu lambungnya, muntahan. Jangan karena orang mati, terus dikumpulin, ini karena miras," kata Machfud di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (26/4).
Machfud juga menyatakan, miras merupakan musuh yang harus diperangi secara bersama-sama. Dirinya pun mengaku sudah merumuskan pasal-pasal yang bisa menjerat para produsen dan pengedar miras oplosan.
"Karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kesehatan, Pangan, bisa menjerat karena miras oplosan itu bisa membahayakan keselamatan dan nyawa orang lain. Patut untuk dihukum berat. Itu yang sudah kita rumuskan," ujar Machfud.
Perumusan dilakukan agar para produsen dan pengedar tidak hanya terkena pasal tindak pidana ringan (tipiring). Apalagi miras oplosan tersebut disinyalir sudah menimbulkan banyak korban jiwa. Karena itu, diharapkannya para produsen dan pengedar miras oplosan bisa dikenai pasal pemberatan.
"Kalau tipiring enak amat lu cuma disita barang buktinya, terus dimusnahkan, terus orangnya cuman kena tipiring. Pasal pemberatan wis. Ya kalau bisa membahayakan, walaupun gayanya masih kampung, tapi jumlahnya banyak, wis kita proses hukum aja," kata Machfud.